Pencabulan Santriwati di Karanganyar

KONDISI 6 Santriwati Korban Pencabulan di Karanganyar, Jalani Pendampingan Demi Pulihkan Psikis

Pendampingan ini dilakukan segera setelah mereka diketahui menjadi korban dalam proses hukum yang kini ditangani Polda Jateng tersebut.

TribunSolo.com/Aji Bramastra
Ilustrasi pelecehan seksual 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Mardon Widiyanto

TRIBUNSOLO.COM, KARANGANYAR - Kondisi enam orang santriwati di Kabupaten Karanganyar yang menjadi korban pencabulan terus dimonitor oleh Pemerintah Kabupaten Karanganyar.

Melalui Pelaporan dan Pendampingan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Karanganyar, para korban saat ini tengah didampingi untuk memulihkan kondisinya.

Ketua Divisi P2TP2A Kabupaten Karanganyar, Anastasia Sri Sudaryatni mengaku prihatin atas peristiwa yang terjadi di Kecamatan Jatipuro, Kabupaten Karanganyar.

"Kami sangat prihatin, atas kejadian ini, oleh karena itu kami terus mendampingi mereka," kata Anas, kepada TribunSolo.com, Jumat (8/9/2023).

Pendampingan ini dilakukan segera setelah mereka diketahui menjadi korban dalam proses hukum yang kini ditangani Polda Jateng tersebut.

Bayu menuturkan, proses pendampingan dilakukan mulai dari awal pemeriksaan.

Terus berlanjut hingga memasuki pemeriksaan secara visum di RSUD Dr Moewardi Solo.

"Kami juga berkoordinasi ldengan psikolog anak dan secepatnya kita lakukan pemulihan psikis korban," pungkasnya.

Modus Pelaku

BNR (40) alias AB, Pimpinan Ponpes di Kecamatan Jatipuro yang menjadi tersangka kasus pencabulan santriwati di Karanganyar ternyata menggunakan modus tertentu.

Modus itu digunakannya demi melakukan sejumlah aksi amoral terhadap para korbannya.

Ketua Divisi Pelaporan dan Pendampingan P2TP2A Karanganyar, Anastasia Sri Sudaryatni mengatakan pelaku membujuk korban dengan menggunakan bahasa yang halus.

Dengan demikian, korban merasa tak bisa mengelak dari bujuk rayu itu.

Baca juga: Pimpinan Ponpes yang Cabuli Santriwati di Karanganyar Terancam Hukuman 15 Tahun Penjara

"Pelaku menyampaikan dengan bahasa halus seperti guru ke murid dan gunakan relasi kuasa agar korban tak berdaya," ucap Anas, kepada TribunSolo.com, Jumat (8/9/2023).

Anas menambahkan bahwa perlakuan pelaku terhadap para korbannya berbeda-beda.

Dan karena tak dilakukan dalam waktu yang sama, pelaku sampai lupa.

Namun perbuatan itu mulai dari ciuman hingga diajak melakukan persetubuhan.

"Korban juga sudah nggak ingat karena mereka diperlakukan di waktu yang berbeda," ucapnya.

Hasil Visum Keluar

Hasil visum santriwati yang menjadi korban pencabulan Pimpinan Ponpes di Kecamatan Jatipuro, Kabupaten Karanganyar sudah keluar.

Dari pemeriksaan visum tersebut, hasilnya sesuai dengan keterangan para korban dari BNR (40) alias AB itu.

Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Satake Bayu mengatakan hasil tersebut menyatakan pelaku melakukan hubungan badan ke korban.

Meskipun demikian, pihaknya tidak bisa merinci detail isi dari hasil visum tersebut.

"Pelaku melakukan hubungan badan, namun kami tidak bisa disampaikan saaat ini," kata Bayu kepada TribunSolo.com, Kamis (8/9/2023).

Bayu mengatakan kejadian tersebut diketahui setelah ada pelaporan ke Polres Karanganyar, Senin (4/9/2023).

Baca juga: Kata KPAI soal Kasus Pencabulan Santriwati di Ponpes Karanganyar: Pelaku Harus Dapat Pidana Maksimal

Baca juga: NASIB Pimpinan Ponpes yang Cabuli Santriwati di Karanganyar, Meringkuk di Rutan Polda Jateng

Dia mengatakan pihak yang melaporkan kejadian tersebut yaitu kakak ipar salah satu korban.

"Ada 10 orang saksi yang kami mintai keterangan, mulai dari keluarga korban, pengasuh pondok, guru BK korban hingga istri pelaku," ucap Bayu.

Bayu mengatakan dari hasil penyidikan kasus tersebut, pihaknya menyita beberapa barang bukti.

Masing-masing satu potong kemeja putih motif garis-garis dan sarung krem motif garis-garis, satu karpet, serta dua handphone dengan merek Oppo.

Dia mengatakan tersangka dijerat Pasal 82 dan atau/ Pasal 81 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

"Tersangka terancam pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar," ungkap dia.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved