Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Pemilu 2024

Wacana Duet Prabowo-Ganjar di Pilpres 2024 : Diusulkan Jokowi, Ditolak Mentah-mentah Megawati

Menurut pengamat, wacana duet antara Prabowo Subianto dengan Ganjar Pranowo di Pilpres 2024 kemungkinan besar tak bisa terlaksana.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
(Dok. Ari Dwipayana )
Presiden Joko Widodo blusukan bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di Pasar Grogolan, Pekalongan, Jawa Tengah pada Selasa (29/8/2023). 

TRIBUNSOLO.COM - Pengamat politik asal Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting, menyebut dua poros di Pilpres 2024 kini nyaris mustahil terwujud.

Menurutnya, wacana duet antara Prabowo Subianto dengan Ganjar Pranowo di Pilpres 2024 kemungkinan besar tak bisa terlaksana.

Sebagaimana Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, sudah menutup peluang Ganjar-Prabowo berduet di Pilpres 2024 dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV PDIP di Kemayoran Jakarta, Minggu (1/10/2023).

Baca juga: Target Cak Imin di Pemilu 2024 : Kalahkan PDIP, Jawa Tengah Tak Lagi Jadi Kandang Banteng

Hingga kini, masih ada tiga bakal calon presiden (bacapres) yang akan berkontestasi.

Selain Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto, ada nama Anies Baswedan.

“Megawati menolak mentah-mentah rencana politik pihak-pihak yang ingin menyatukan Prabowo dengan Ganjar dalam menghadapi kontestasi pilpres 2024 mendatang," kata Selamat Ginting dikutip dari TribunJakarta.com.

Ginting pun menganalisis di balik batalnya Ganjar dan Prabowo berduet di Pilpres 2024.

Dia menilai keputusan tersebut menunjukkan adanya konflik kepentingan antara Megawati Soekarno Putri dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Baca juga: Viral OSO Bilang Pilihlah Calon Presiden yang Beristri, Hanura Klarifikasi : Tak Maksud Hina Prabowo

Menurutnya, kepentingan politik antara Megawati dengan Jokowi tak bisa diselesaikan dengan konsesus politik, terang Ginting.

"Megawati adalah queen maker (penentu keputusan) politik bagi koalisi pendukung Ganjar. Sedangkan Jokowi menjadi king maker politik bagi koalisi pendukung Prabowo," sambungnya.

"Jadi jelas ada konflik politik yang tidak bisa ditutupi dari kedua elite politik itu," papar Ginting.

Dirinya lantas mengingatkan jika Megawati sebenarnya memiliki utang politik kepada Prabowo Subianto.

Utang itu termanifestasi melalui Perjanjian Batutulis pada Mei 2009 silam.

Baca juga: Gibran Enggan Tanggapi Wacana Jokowi Jadi Ketua Umum PDIP : Bukan Ranah Saya

"Di mana isi poinnya antara lain PDIP akan mendukung Prabowo dalam pilpres tapi nyatanya, utang politik itu tidak direalisasikan pada pilpres 2014 dan 2019," kata Ginting.

"Tapi dengan keputusan Rakernas PDIP yang berakhir kemarin, maka pupus sudah Prabowo mendapatkan dukungan dari PDIP," lanjutnya.

Ginting mengakui jika Jokowi bisa menjadi presiden karena mendapatkan tiket dari PDIP.

Meski demikian kata dia, belum tentu Jokowi akan memihak pada PDIP di Pilpres 2024 nanti.

"Jokowi ini bukan kader murni PDIP, melainkan pengusaha yang menjadi aktor politik dan membutuhkan perahu politik," tuturnya.

Baca juga: PDI Perjuangan & Partai Demokrat Kompak Sambut Baik Pertemuan Presiden Jokowi-SBY

"Jokowi itu butuh perahu PDIP untuk berlayar menggapai posisi Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta, dan Presiden RI."

"Ambisi politiknya sudah terwujud dan sekarang dia juga ingin menjadi king maker politik seperti Megawati,” kata Ginting.

Menurutnya, PDIP merupakan marwah politik bagi keluarga Megawati yang membawa trah Sukarno.

Sebagai partai pemenang pemilu 2014 dan 2019, Megawati tidak sudi apabila kader partainya, dalam hal ini Ganjar, harus mengalah menjadi bacawapres.

Namun dalam perspektif Megawati, koalisi bisa saja terjadi jika Prabowo yang menjadi bacawapres dari Ganjar.

Baca juga: Viral Iriana Dapat Kejutan Ulang Tahun dari Paspamres, Penerima Kue Pertama Justru Bukan Jokowi

“Koalisi bisa terjadi dalam perspektif Megawati dengan komposisi Ganjar sebagai bakal capres dan Prabowo sebagai bakal cawapres," ujarnya.

"Mengingat Prabowo sebagai Ketua Umum Partai Gerindra posisinya berada di bawah PDIP,” kata Ginting.

Namun, menurutnya, Prabowo juga tidak mau mengalah bila ditempatkan sebagai posisi bacawapres.

Bagaimanapun, ini merupakan kemungkinan terakhir Prabowo mengikuti kontestasi pilpres bila mengacu dari faktor usia.

Di luar hal itu, lanjut Ginting, Jokowi merasa lebih memiliki kendali apabila condong mendukung Prabowo daripada Ganjar yang praktis berada dalam kendali Megawati.

Baca juga: Anies Baswedan Tuding Proyek Nasional Rawan Titipan, Jokowi dan Ganjar Tantang Capres AMIN Buktikan

“Di luar itu, Jokowi lebih merasa bisa mengendalikan Prabowo yang juga mendukung keluarga Jokowi berkiprah dalam politik dengan sokongan dari Partai Gerindra," tuturnya.

"Sedangkan Ganjar, praktis dalam genggaman politik Megawati,” kata Ginting.

Ginting menilai, rencana politik Megawati juga tidak sama dengan rencana politik Prabowo maupun Jokowi.

Kemungkinan Kongres PDIP 2025 mendatang, jika mulus, akan terjadi peralihan estafet kepemimpinan dari Megawati kepada putrinya Puan Maharani.

“Bisa jadi Megawati tidak lagi memiliki kepercayaan politik yang tinggi kepada Jokowi setelah terjadinya dinamika politik yang hebat," tutur Ginting.

"Seperti putra bungsu Jokowi, Kaesang justru tidak berada di kandang banteng, melainkan memegang bunga mawar putih alias PSI," jelasnya.

(Tribunnews.com)

Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved