Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Klaten

Dukuh Mao di Klaten Punya Pantangan Tanam Pohon Pisang: Datangkan Marabahaya

Jika berkunjung ke Dukuh Mao, Jambeyan, Karanganom, Klaten maka ada yang aneh, yakni tidak adanya pohon pisang

|
Penulis: Zharfan Muhana | Editor: Ahmad Syarifudin
TribunSolo.com/Zharfan Muhana
Dukuh Mao, Jambeyan, Jatinom, Klaten memiliki pantangan dilarang menanam pohon pisang. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Zharfan Muhana


TRIBUNSOLO.COM, KLATEN - Jika berkunjung ke Dukuh Mao, Jambeyan, Karanganom, Klaten maka ada yang aneh, yakni tidak adanya pohon pisang padahal tanaman ini sering dijumpai hampir di semua kebun belakang rumah.

Konon dukuh tersebut memiliki pantangan menanam pohon pisang. Saat TribunSolo.com mengelilingi Dukuh Mao, memang tidak terlihat tanaman pisang di lingkungan tempat tinggal masyarakat di wilayah itu.

Salah satu warga, Yunanto membenarkan adanya kepercayaan tersebut. "Sekarang sudah berkurang (yang percaya), tapi masih ga berani menanam," ujar Yunanto kepada TribunSolo.com, Sabtu (2/12/2023).

Baca juga: Momen Haru Pernikahan BCL & Tiko: Tangis Keduanya Pecah saat Sungkem dengan Orangtua Mendiang Ashraf

Ia menceritakan ulang cerita orang tuanya, kalau dahulu kakek buyutnya meninggal saat masih muda. Di rumahnya menanam pohon pisang.

"Mbah saya ya, itu gak percaya larangan. Lalu halaman rumah ditanam pisang, hidup beberapa tahun," ungkapnya.

Beberapa tahun berselang, sang kakek bernama Mbah Iman meninggal dunia usai angon bebek di sawah. Berselang sebulan, disusul oleh istrinya.

"Terus dianggaplah kepercayaan itu (larangan pohon pisang), lalu ditebang semua pohon pisang yang ada oleh masyarakat," jelasnya.

Baca juga: Viral Siswi SMA Melahirkan saat Ujian Akhir Semester, Wakasek Ungkap Penyebab Tak Dicurigai Hamil

Orang tua Yunanto, Reso Sumarso bersama adiknya juga ditinggal mati kedua orang tuanya saat masih kecil. Hal ini makin menegaskan pantangan yang kini dipercaya banyak warga di Dukuh Mao.

Dengan tidak diperbolehkan menanam pisang, maka warga menanam pohon lain di lingkungannya.

"Rata-rata menanam rambutan, sukun, kebanyakan pohon melinjo. Dulu banyak pohon yang besar, tapi sekarang sudah dipotong," ungkapnya.

Namun demikian, masyarakat masih bisa menikmati pisang dengan cara beli atau diberikan oleh saudara di luar desa. Mereka juga masih menggunakan daun maupun buah pisang untuk prosesi hajatan.

"Kalau ada hajatan, saudara dari luar sudah paham larangan di sini. Jadi dibawakan daun pisang sama pisang dari sana," paparnya.

Baca juga: Viral Semburan Lumpur Muncul di Dalam Rumah Warga Demak, Ternyata Ada Sumur Sedalam 108 Meter

Ia sebenarnya tidak benar-benar percaya dengan hal ini. Hanya saja ia sendiri juga tidak menanam pohon pisang lantaran untuk menghindari bermasalah dengan tetangga. "Kalau keyakinan ya agama saja," pungkasnya.

Terpisah, Pegiat Cagar Budaya Hari Wahyudi mengatakan Dukuh Mao sendiri sudah ada sejak masa Mataram Kuno.

"Pada masa Mataram kuno disebut dengan Wanua i Maho yang termasuk ke dalam wilayah watak Wka," ujarnya.

Keterangan tersebut didapatkan dari sumber prasasti Kurunan yang memiliki angka tahun 855, pada akhir pemerintahan Sri Maharaja Rakai Kayuwangi.

Di Dukuh Mao sendiri sebelumnya juga pernah di temukan prasasti, yang kini sudah di simpan di Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jateng-DIY.

Di kutip dari laman https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjateng/prasasti-abhayananda-mao/ prasasti tersebut bernama Abhayananda, atau Prasasti Mao. Prasasti ini terbuat dari batu patok atau pseudo lingga, dengan tinggi 54 cm dan berdiameter 27 cm.

Baca juga: Kisah Katon, Diundang Presiden FIFA Nonton Final Piala Dunia U-17 Gegara Gowes 450 KM Demi Timnas


(*)

 

 

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved