Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Kampanye Akbar Ganjar Mahfud di Solo

Kata Butet, Wiji Thukul Martir Lahirnya Demokrasi Indonesia, Yang Menculik Mencapreskan

Penuntasan pelanggaran HAM berat menjadi komitmen pasangan Ganjar Pranowo - Mahfud MD. 

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Adi Surya Samodra
TribunSolo.com / Ahmad Syarifudin
Budayawan Butet Kartaredjasa saat Hajatan Rakyat Ganjar - Mahfud di Benteng Vastenburg, Kota Solo, Sabtu (10/2/2024). 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Penuntasan pelanggaran HAM berat menjadi komitmen pasangan Ganjar Pranowo - Mahfud MD. 

Setidaknya itu yang disampaikan budayawan, Butet Kartaredjasa.

“Pasti (punya komitmen). Penegakan hukum,” ungkapnya setelah Hajatan Rakyat Ganjar-Mahfud di Benteng Vastenburg, Kota Solo, Sabtu (10/2/2024). 

Itu termasuk untuk kasus Wiji Thukul, aktivis 1998 yang hilang misterus hingga saat ini. 

Menurut Butet, komitmen Ganjar terhadap penuntasan masalah HAM bisa dilihat dengan diundangnya putri Wiji Thukul, Fitri Nganthi Wani dalam kampanye terakhir Ganjar-Mahfud. 

Baca juga: 100 Personel Polres Karanganyar Kawal Pendistribusian Logistik Pemilu 2024 

Pria 62 tahun tersebut menyindir salah seorang capres yang ditengarai terlibata dalam penculikan aktivis 1998.

“Hari ini Wiji Thukul durung mulih (belum pulang), Su. Sing nyulik capresmu, Su,” jelasnya.

Menurutnya, Wiji Thukul merupakan sosok penyair besar yang vokal menyuarakan demokrasi di tengah represi rezim Orde Baru.

“Dari Solo lahir seorang penyair besar yang menjadi martir lahirnya demokrasi di Indonesia," terang dia.

"Sahabatku Wiji Thukul yang diculik dan yang menculik mencapreskan,” tambahnya. 

Baca juga: Kita Pesta Besar, Janji Megawati Bila Ganjar-Mahfud Menang di Solo, Puan Bilang Jangan Takut

Hingga hari ini tidak jelas bagaimana nasib penyair yang hidup di kalangan demonstran tersebut.

“Sampai hari ini kita tidak tahu dimana kuburnya," ucap dia.

"Kalau memang sudah meninggal bagaimana nasibnya kita tidak tahu,” imbuhnya.

Putrinya, Fitri Nganthi Wani waktu ayahnya hilang baru berumur 5 tahun.

Fitri juga ikut dihadirkan di Hajatan Rakyat ini untuk membacakan puisi berjudul “Peringatan” karya ayahnya.

“Sejak umur 5 tahun sudah ditinggalkan ayahmu yang tidak jelas nasibnya,” kata Butet.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved