Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Pemilu 2024

Pengamat UNS Solo Sebut Ide Koalisi Barisan Nasional Bisa Munculkan Matahari Kembar, Apa Maksudnya?

Agus Riewanto menyebut bakal memunculkan sejumlah dampak negatif terkait koalisi itu bila benar terwujud.

TribunSolo.com
Pengamat tata negara dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Agus Riewanto. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Andreas Chris Febrianto Nugroho

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Gagasan atau ide dari Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Jeffrie Geovanie, mengenai koalisi Barisan Nasional yang dipimpin oleh Presiden Jokowi mendapat tanggapan dari berbagai pihak.

Salah satunya pengamat tata negara dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Agus Riewanto, yang menyebut bakal memunculkan sejumlah dampak negatif terkait koalisi itu bila benar terwujud.

Panelis dalam Debat Capres-cawapres KPU RI itu mengatakan bahwa ide koalisi Barisan Nasional itu bisa memunculkan kultus kepada individu maupun kelompok tertentu nantinya.

Baca juga: PKS Jajaki Peluang Rangkul Jagonya Gibran Hingga Koalisi PDIP di Pilkada Solo 2024

"Khawatirnya timbul kultus. Ada kultus individu atau kelompok. Mengkultuskan tokoh atau kelompok tertentu yang menentukan kebijakan politik," ungkap Agus saat dihubungi TribunSolo.com, Kamis (14/3/2024).

"Dalam demokrasi, yang begitu itu tidak positif. Karena demokrasi itu meminta proses pengambilan kebijakan itu melibatkan banyak pihak dan keputusan dibuat bersama-sama, partisipatif," sambung Agus.

Kultus individu maupun kelompok menurut Agus bisa menimbulkan kartel politik di mana sebuah kebijakan hanya tergantung pada keputusan individu atau kelompok tertentu.

Menurutnya, model ini akan menimbulkan kultus individu atau kelompok tertentu.

Baca juga: Viral Xpander Tabrak Porsche 911 GT 3 dalam Showroom di Tangerang Hingga Ringsek

"Dan itu justru akan memperkuat basis kartel, politik kartel. Ini nanti politik hanya dikuasai oleh segelintir atau bahkan satu dua orang. Dan itu tidak menumbuhkan demokrasi yang semakin kuat di daerah. Karena ciri demokrasi itu partisipasi dan sirkulasi. Peran itu berganti, kadang orang memimpin, kadang dipimpin. Kalau cara ini kan yang terjadi justru sebaliknya," tegas dosen Fakultas Hukum UNS Solo itu.

Tak sampai di situ saja, Agus juga berpandangan bahwa terwujudnya koalisi Barisan Nasional bisa menimbulkan matahari kembar di Indonesia yang menggunakan sistem Presidensial.

"Memang ini akan menguntungkan presiden terpilih karena dia punya koalisi yang mapan. Tapi cara itu akan menimbulkan kultus individu. Boleh jadi satu kelompok akan berkuasa lama di Indonesia dan itu tidak memberi kesempatan sirkulasi kepemimpinan, apalagi di daerah. Bisa jadi nanti yang berkuasa di daerah hanya kelompok tertentu atau bahkan trah tertentu saja," urainya.

"Bisa saja terjadi matahari kembar. Yang satu punya pikiran sendiri, yang satu punya pikiran lain. Dan kalau itu tidak dijembatani dengan baik, akan terjadi perpecahan dan itu tidak positif dalam pengambilan kebijakan bernegara," tambah Agus.

Dia menambahkan bahwa dalam sebuah negara demokrasi seperti Indonesia, pengambilan kebijakan diambil berdasarkan basis partisipasi dan ruang keputusannya berada di tangan presiden.

"Kebijakan negara yang baik itu basisnya partisipasi, tapi ruang keputusannya ada di presiden, bukan di tempat lain. Dalam sistem presidensial itu presiden itu dianggap sebagai eksekutif tunggal, orang berpengaruh yang berkuasa mengambil keputusan dalam kebijakan bernegara itu seroang presiden, tidak yang lain."

"Itu sistem presidensial di konstitusi kita. Jadi tidak berbagi kekuasaan dengan yang lain," pungkasnya.

(*)
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved