Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Sragen

Kasus Pengeroyokan yang Libatkan Remaja di Sragen Jateng Jadi Sorotan, Pengamat Ingatkan Ini 

Pengamat memperhatikan kasus pengeroyokan anak di Sragen Jateng. Menurut pandangan pengamat ini ada hubungannya dengan

Tribun Jogja/Suluh Pamungkas
Ilustrasi kekerasan pada anak. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Septiana Ayu Lestari

TRIBUNSOLO.COM, SRAGEN - Kasus pengeroyokan yang melibatkan remaja di Kabupaten Sragen tengah jadi sorotan.

Dimana, diungkap oleh Polres Sragen, selama bulan Juni 2024, terjadi 3 kasus pengeroyokan.

Dari 3 kasus tersebut, 9 orang kini telah ditetapkan jadi tersangka, dimana tiga orang diantaranya masih di bawah umur.

Pengamat dari Yayasan Setara Semarang, yang juga Manager Program Kemitraan Yayasan Setara dan UNICEF, Hidayatus Sholichah mengatakan hal paling mendasar kasus tersebut bisa terjadi adalah bagaimana pengasuhan anak di rumah.

Menurutnya, orang tua harus menyadari pentingnya pemenuhan hak psikis kepada anak.

Dibanding hak fisik, prosentase hak psikis yang harus diberikan orang tua kepada anak mereka sebesar 80 persen.

Hak psikis bisa berupa kasih sayang, perhatian, hingga waktu berbincang anak dengan orang tua.

"Kalau 80 persen ini tidak terpenuhi maka anak akan tetap ada di rumah tapi ada sebagian yang hilang, mereka jadi pendiam, mungkin juga prestasinya itu tidak naik, dan lain-lain," katanya saat ditemui TribunSolo.com, Jumat (28/6/2024).

"Sebagian lagi mereka akan lebih nyaman dengan temannya, tidak nyaman lagi berada di rumah, kalau 80 persen ini tidak terpenuhi, mereka nyaman dengan teman-teman di jalan, artinya mereka menganggap bahwa rumah itu bukan buat pulang," tambahnya.

Karena itulah, menurut Hidayatus pentingnya pengasuhan yang baik kepada anak.

Baca juga: Beda Pendapat Sandiaga dan Gibran Soal Game Kekerasan, Singgung Soal Pemblokiran dan Pembatasan Usia

"Kita lihat kondisi kasus-kasus yang terjadi saat ini, mereka bisa jadi pemerkosa, mereka bisa jadi pembunuh, karena kasus-kasus yang terjadi itu berawal dari pengasuhan yang salah," jelasnya.

Lantas, bagaimana pola asuh anak yang baik yang bisa dilakukan orang tua?

Hidayatus menerangkan sering kali, orang tua menitipkan harapan tinggi kepada anak mereka. 

Lalu, orang tua akan mendisiplinkan anak mereka dengan cara memberikan hukuman fisik maupun verbal. 

Dan menurut Hidayatus, terkadang orang tua tidak menyadari cara mendisiplinkan anak dengan menggunakan hukuman verbal justru akan berdampak kepada anak. 

"Jadi saya riset sebelum memulai acara ini, ternyata yang hadir disini sudah tidak lagi menggunakan hukuman fisik, kebanyakan masih menggunakan hukuman verbal, dan banyak yang tidak tahu bahwa hukuman verbal juga berdampak kepada anak," terangnya.

"Lalu, apa yang harus dilakukan, satu dengan cara memahami disiplin positif konsekuensi logis dan memberikan dorongan dan penguatan yang positif kepada anak," sambungnya.

Ia menjelaskan cara memahami disiplin positif ini dapat dilakukan dengan cara melakukan pendekatan disiplin positif, sehingga anak mampu menyadari dengan sendirinya, apakah perilakunya berdampak kepada dirinya sendiri maupun orang lain.

Sementara metode konsekuensi logis dapat dilakukan dengan cara bagaimana orang tua bisa mendekati anak terlebih dahulu, sehingga terbangun koneksi sebelum orang tua melakukan koreksi terhadap anak.

"Yang tidak kalah lebih penting adalah orang tua juga harus menghargai anak, karena tidak hanya orang tua yang harus dihargai anak, tapi anak juga perlu dihargai," pungkasnya. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved