Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Solo

Solo Jateng Terasa Dingin saat Malam dan Pagi Hari, BMKG Sebut karena Fenomena Bediding, Apa Itu?

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan fenomena seperti ini lumrah terjadi sebelum datangnya musim kemarau.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
tribunjabar/gani kurniawan
Ilustrasi suhu dingin yang melanda sejumlah wilayah di Indonesia. 

TRIBUNSOLO.COM - Wilayah Solo Jawa Tengah dan sekitarnya akhir-akhir ini terasa lebih dingin dari biasanya.

Hal itu karena adanya fenomena "bediding" yang melanda sejumlah wilayah di Indonesia, ditandai dengan penurunan suhu udara yang drastis pada malam hingga pagi hari.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan fenomena seperti ini lumrah terjadi sebelum datangnya musim kemarau.

Baca juga: 31 Hari Tidak Ada Hujan, Wonogiri Jateng Berstatus Peringatan Dini Kekeringan Meteorologis BMKG

Ketua Tim Kerja Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG Ida Pramuwardani menjelaskan bahwa istilah "bediding" berasal dari kata serapan Bahasa Jawa "Bedhidhing" yang merujuk pada perubahan suhu yang mencolok, khususnya di awal musim kemarau.

"Fenomena bediding umum terjadi di Indonesia. Puncaknya terjadi pada musim kemarau terutama pada Juli sampai September," ungkap Ida dikutip dari Kompas.com pada Kamis (4/7/2024).

Lantas apa penyebab fenomena bediding

BMKG membeberkan empat faktor utama penyebab terjadinya fenomena "bediding":

  • Udara Kering: Musim kemarau ditandai dengan kurangnya curah hujan, menyebabkan udara menjadi lebih kering. Udara kering memiliki kapasitas panas yang lebih rendah, sehingga lebih cepat kehilangan panas pada malam hari.
  • Langit Cerah: Minimnya awan pada musim kemarau menyebabkan radiasi panas dari permukaan bumi terpancar ke atmosfer tanpa hambatan, mengakibatkan penurunan suhu yang signifikan.
  • Topografi: Daerah dataran tinggi atau pegunungan cenderung mengalami suhu yang lebih rendah karena tekanan udara yang lebih rendah dan kelembapan udara yang lebih sedikit.
  • Ketiadaan Angin: Kurangnya pergerakan angin menghambat percampuran udara, menyebabkan udara dingin terperangkap di dekat permukaan bumi.

"Pada musim kemarau, udara cenderung lebih kering karena kurangnya uap air. Udara kering memiliki kapasitas panas yang lebih rendah sehingga lebih cepat kehilangan panas pada malam hari," terang Ida.

Baca juga: Heboh Awan Berlubang di Langit Jember, Benarkah Pertanda Bahaya? BMKG Beri Penjelasan Ilmiahnya

Wilayah Terdampak Bediding

Ida menyebut jika fenomena "bediding" pada Juli 2024 sudah melanda beberapa wilayah di Indonesia, terutama di daerah dataran tinggi bagian selatan. Wilayah-wilayah tersebut meliputi:

  • Pulau Jawa
  • Bali
  • Nusa Tenggara Barat (NTB)
  • Nusa Tenggara Timur (NTT)

Walaupun pagi hari terasa lebih dingin di wilayah-wilayah ini, suhu udara pada siang hari cenderung lebih panas.

Hal ini disebabkan oleh minimnya awan dan kurangnya uap air yang memungkinkan radiasi matahari langsung mencapai permukaan bumi dengan lebih intensif.

BMKG terus memantau perkembangan fenomena bediding dan menghimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap perubahan cuaca.

Masyarakat dapat mengakses informasi terkini melalui situs resmi BMKG atau aplikasi mobile yang disediakan.

(*)

Sumber: Kompas TV
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved