Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Klaten

Sejarah Tugu Batas Wilayah Antara Keraton Solo dengan Yogyakarta di Klaten Jateng, Solo Lebih Dahulu

Tugu batas Kota milik Keraton Solo lebih dahulu dibangun daripada Tugu pembatas Keraton Yogyakarta.

TribunSolo.com/Zharfan Muhana
Tugu tapal batas Keraton Solo dengan Keraton Yogyakarta di di Desa Burikan, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Zharfan Muhana

TRIBUNSOLO.COM, KLATEN - Pembangunan tugu batas wilayah antara Keraton Solo dengan Keraton Yogyakarta, ada di Desa Burikan, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten.

Dari tugu tersebut, diketahui, Keraton Solo lebih dahulu membangunan tugu batas itu. 

Tugu batas wilayah ini berbatasan langsung dengan Kalurahan Sambirejo, Kapanewon Ngawen, Kabupaten Gunungkidul, DIY.

Di kedua tugu ini, terdapat logo Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta.

Tulisan aksara jawa, dan tulisan latin juga terlihat. 

Untuk Tugu berlogo Kasunanan Surakarta bertanggal 22 Redjeb.Alip.1867. Sementara yang berlogo Kasultanan Yogyakarta bertanggal 29 Djoemadilawal. 1867.

Yang dapat diartikan, tugu Surakarta berdiri lebih dahulu. Dibandingkan tugu Yogyakarta.

Pemerintah DIY sendiri menetapkan SK Gubernur, Nomor: 185/KEP/2011 menetapkan Tugu ini kedalam cagar budaya.

Pegiat Cagar Budaya, Hari Wahyudi mengatakan tugu tersebut merupakan hal yang dimaksud dalam perjanjian Klaten pada 27 September 1830. Setelah berakhirnya perang Diponegoro.

Baca juga: Revitalisasi Alun-alun Wonogiri Jateng Telan Rp2,9 Miliar, Termasuk Patung Ir Soekarno

"Isi perjanjian Klaten salah satunya tentang batas wilayah, antara Kasunanan Surakarta dengan Kasultanan Yogyakarta harus dipertegas," ujar Hari kepada TribunSolo.com, Minggu (7/7/2024).

Dipaparkan olehnya, tugu dibangun setelah disahkannya perjanjian Klaten oleh Pakubuwono (PB) 7 dan Hamengkubuwono (HB) 5.

Hari mengatakan, bila Tugu ini tidak ada hubungan dengan Perjanjian Giyanti. Namun memiliki korelasi.

"Kalau (perjanjian) Giyanti itu PB 3 dengan Mangkubumi (HB 1), jadi terpaut jauh," jelasnya.

"(Perjanjian) Giyanti 1755 belum mengatur secara rinci, hanya membagi keraton Mataram menjadi 2 yaitu Surakarta dan Yogyakarta. Jadi beda dengan Tugu Cawas, itu tidak ada hubungannya," imbuhnya.

Namun demikian, Belanda melakukan intervensi Keraton setelah terjadinya Perang Diponegoro. Karena menderita kerugian sangat besar akibat perang.

Dikutip L.G. Jabbar dalam skripsinya di Universitas Negeri Yogyakarta berjudul Perjanjian Klaten 1830: Dampaknya pada Kasultanan Yogyakarta (2016), pasal pertama perjanjian itu menyatakan:

Untuk menetapkan batas pemisah yang dibuat umum dan permanen, pada hari ini dan untuk seterusnya daerah Pajang dan Sukowati menjadi milik Paduka Susuhunan dan daerah Mataram dan Gunung Kidul menjadi daerah Paduka Sultan Yogyakarta (hlm. 63).

Bangunan yang dijadikan penanda adalah Tugu Tapal Batas yang berada di antara lereng pegunungan daerah Klaten dan Gunung Kidul. Pendirian tugu ini didasari pasal ketiga yang berbunyi:

Garis batas antara daerah Pajang dan Gunung Kidul adalah lereng pegunungan selatan di sisi utaranya. Di sepanjang lereng ini sejauh mungkin dan untuk menegaskannya, tonggak dan pohon menjadi petunjuknya (hlm. 63).

Sampai hari ini, tugu tersebut menjadi penanda perbatasan antara Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved