Resah Gelisah Kuliner Non Halal di Solo
Tokoh Tionghoa Singgung Peran Kuliner Non-Halal Ikut Kembangkan Perekonomian di Solo Jateng
Bisnis kuliner non-halal tak bisa dikesampingkan perannya dalam mengembangkan perekonomian di Solo lantaran mendatangkan wisatawan yang tak sedikit
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Vincentius Jyestha Candraditya
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Kota Solo kaya akan kuliner yang seringkali menjadi daya tarik tersendiri.
Selain terkenal dengan olahan kambing, Kota Solo juga menjadi salah satu daerah terfavorit bagi yang mencari kuliner non-halal.
Warung hingga restoran yang mengolah daging babi pun menjamur di Solo. Terutama di sekitar Jagalan, Jebres yang tiap jengkalnya dipenuhi kuliner olahan babi beraneka ragam.
Sebut saja Sate Babi Ong, Babi Kuah Pak Jum, Ipig-Ipig, Sate Babi Koh Gun, Sate Babi Pak Ciwir, dan masih banyak lagi.
Seorang Tokoh Tionghoa, Sumartono Hadinoto mengungkapkan selama ini pengusaha kuliner non-halal menjalankan bisnisnya dengan nyaman.
Tidak hanya dari masyarakat Tionghoa, tapi juga kuliner Batak dan Bali pun tidak mengalami gangguan apa pun.
Baca juga: Reaksi Tak Terduga Pengusaha Kuliner Non-Halal terkait Adanya Penolakan Festival di Solo Jateng
“Kalau saya amati saat ini sudah sangat nyaman. Tidak hanya dari non-halal dari Tionghoa, tapi juga dari Batak, Bali, sekarang di Solo juga sudah ada,” jelasnya.
Menurutnya, bisnis kuliner non-halal tentu tidak bisa dikesampingkan perannya dalam mengembangkan perekonomian.
Sebab, di kalangan penikmatnya kuliner non-halal mendatangkan wisatawan yang tidak sedikit.
“Sekarang bisa tumbuh berkembang di Solo. Tentunya menjadi tempat wisata. Wisata kuliner salah satu yang mendukung ekonomi di Solo,” tuturnya.
Menurutnya, masalah halal dan non-halal merupakan persoalan keyakinan masing-masing.
Masyarakat hanya perlu saling menghormati keragaman kuliner khas yang dimiliki tiap daerah atau komunitas etnis.
“Setiap daerah itu punya kuliner yang khas. Nasi liwet, timlo. Kuliner asing yang menjadi kekayaan di nusantara misalnya bestik, kroket, rissoles, bakpao. Tentunya kalau soal halal dan non-halal melihat bukan dari kulinernya tapi masalah religi. Karena ada saudara kita yang muslim harus makan yang halal,” jelasnya.
Lipsus
Liputan Khusus
Sumartono
Pedagang
Kuliner Non Halal
Festival Kuliner Non-halal
Solo
TribunSolo.com
Sempat Diterpa Kasus Penolakan, Kuliner Non Halal di Solo Jateng Tetap Diburu Wisatawan Gegara Ini |
![]() |
---|
Budaya 'Keplek Ilat' Jadi Alasan Kuliner Non-Halal Menjamur di Solo Jateng, Padahal Mayoritas Muslim |
![]() |
---|
Tak Representasikan Penolakan Kuliner Non Halal, Tren Toleransi Kota Solo Meningkat Sejak Era Jokowi |
![]() |
---|
Bantah Solo Intoleran Buntut Penolakan Kuliner Non Halal, Perayaan Imlek Hingga Natal Jadi Bukti |
![]() |
---|
Solo Jateng Diyakini Miliki Toleransi Tinggi, Insiden Penolakan Kuliner Non-Halal Cuma Miskomunikasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.