Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Ramadhan 2025

Asal-usul Malam Selikuran, Tradisi Keraton Solo Sambut Lailatul Qadar

Dosen Sosiologi Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Drajat Tri Kartono menjelaskan jika Malam Selikuran merujuk pada malam ke-21 di bulan Ramadhan.

|
Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono

"Maknanya sebagai bentuk hidangan yang patut disukuri bahwa sudah berpuasa sampai malam ke-21 dan bersiap mendapatkan malam Lailatul Qadar," jelasnya.

Baca juga: 5 Amalan yang Sebaiknya Dikerjakan untuk Menyambut Malam Lailatul Qadar, Jadi Momen Perbanyak Ibadah

Setelah Malam Selikuran, lanjut dia, masyarakat biasanya akan menyibukkan diri untuk beribadah.

Tak sedikit dari umat Muslim akan meninggalkan rumah dan menghabiskan waktu untuk beritikaf di masjid.

"Masyarakat cenderung lebih banyak berserah diri kepada tuhan, sholat malam dan sebagainya supaya nanti bisa mendapatkan keistimewaan Lailatul Qadar," terang Drajat.

Ia mengatakan, tradisi Malam Selikuran juga biasanya dilakukan oleh Keraton Surakarta di Jateng.

Tradisi Malam Selikuran Keraton Surakarta dikenal dengan hajat dalem yang digelar bersama beberapa abdi dalem. Tradisi tersebut biasanya bakal diselenggarakan dengan kirab seribu tumpeng.

Baca juga: Kapan CPNS dan PPPK Pemkot Solo Diangkat? Kepala BKPSDM Beri Jawabannya

Di samping iu, ada juga pelaksanaan tradisi Colok-colok Malem Songo di Jawa dalam menyambut hari-hari terakhir Ramadhan, yakni memasang obor kecil di sekitar rumah bersama makanan dan sesaji.

Colok berarti obor sedangkan malem songo merupakan malam terakhir bulan Ramadhan. Fungsi obor untuk memberikan penerangan kepada arwah yang telah meninggal dunia agar tidak tersesat.

"Ada kepercayaan Jawa bahwa di malam terakhir itu keluarga-keluarga yang telah meninggalkan, pulang kerumah untuk melihat keluarga," terangnya.

Menurut Drajat, berbagai tradisi yang dilakukan merupakan bentuk penghormatan terhadap malam Lailatul Qadar. Namun, seiring berjalannya waktu, makna spiritual dalam tradisi ini mulai bergeser, lebih menekankan pada aspek ritual dibandingkan esensi Lailatul Qadar itu sendiri.

"Akibatnya, tradisi ini seringkali hanya menjadi ajang berkumpul dan makan bersama," jelas Drajat.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul : Mengenal Malam Selikuran, Tradisi Jawa untuk Sambut Lailatul Qadar

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved