Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Ramadhan 2025

Asal-usul Malam Selikuran, Tradisi Keraton Solo Sambut Lailatul Qadar

Dosen Sosiologi Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Drajat Tri Kartono menjelaskan jika Malam Selikuran merujuk pada malam ke-21 di bulan Ramadhan.

|
Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Malam Selikuran merupakan salah satu tradisi khas masyarakat Jawa yang berlangsung pada malam ke-21 di bulan Ramadhan.

"Selikuran" berasal dari bahasa Jawa yang berarti 21, menandai dimulainya 10 hari terakhir bulan suci.

Tradisi ini punya kaitan erat dengan Lailatul Qadar, malam istimewa yang diyakini lebih baik dari 1.000 bulan.

Baca juga: 30 Ucapan Selamat Menyambut Malam Lailatul Qadar 2025, Manfaatkan Waktu untuk Perbanyak Ibadah

Asal-usul Malam Selikuran?

Dosen Sosiologi Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Drajat Tri Kartono menjelaskan jika Malam Selikuran merujuk pada malam ke-21 di bulan Ramadhan.

Dalam agama Islam, Ramadhan yang dilaksanakan selama 30 hari dibagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian hari ke-1 sampai 10, hari ke-11 sampai 20, dan hari ke-21-30 atau Lebaran.

Dari pembagian waktu tersebut, malam ke-21 hingga ke-30 dianggap sebagai bagian yang sangat penting.

"Terutama pada malam-malam ganjil karena bertepatan dengan malam-malam yang diyakini sebagai waktu turunnya Lailatul Qadar," terangnya saat dikutip dari Kompas.com.

Baca juga: 3 Tanda Datangnya Malam Lailatul Qadar, Berikut Doa untuk Menyambut Malam Lailatul Qadar

Drajat menjelaskan bahwa bagi umat Islam, malam Lailatul Qadar adalah malam istimewa dengan nilai pahala yang lebih baik daripada 1.000 bulan ibadah.

Karena itulah, malam Lailatul Qadar yang diyakini jatuh pada malam-malam ganjil di 10 hari terakhir Ramadhan menjadi momen bagi umat Muslim untuk semakin fokus beribadah.

"Karena besarnya pahala yang dijanjikan, masyarakat kemudian menandai masuknya malam ke-21 dengan tradisi Malam Selikuran," ujar Drajat.

Tradisi ini seakan menjadi pengingat bagi masyarakat untuk kembali memperbanyak ibadah, terutama bagi mereka yang ingin meraih keutamaan malam Lailatul Qadar.

Tradisi Malam Selikuran

Drajat menyampaikan, masyarakat Jawa biasanya menyambut malam ke-21 Ramadhan dengan mempersiapkan banyak acara.

Salah satunya, warga membuat makanan dan berkumpul di dalam masjid untuk dimakan bersama.

"Maknanya sebagai bentuk hidangan yang patut disukuri bahwa sudah berpuasa sampai malam ke-21 dan bersiap mendapatkan malam Lailatul Qadar," jelasnya.

Baca juga: 5 Amalan yang Sebaiknya Dikerjakan untuk Menyambut Malam Lailatul Qadar, Jadi Momen Perbanyak Ibadah

Setelah Malam Selikuran, lanjut dia, masyarakat biasanya akan menyibukkan diri untuk beribadah.

Tak sedikit dari umat Muslim akan meninggalkan rumah dan menghabiskan waktu untuk beritikaf di masjid.

"Masyarakat cenderung lebih banyak berserah diri kepada tuhan, sholat malam dan sebagainya supaya nanti bisa mendapatkan keistimewaan Lailatul Qadar," terang Drajat.

Ia mengatakan, tradisi Malam Selikuran juga biasanya dilakukan oleh Keraton Surakarta di Jateng.

Tradisi Malam Selikuran Keraton Surakarta dikenal dengan hajat dalem yang digelar bersama beberapa abdi dalem. Tradisi tersebut biasanya bakal diselenggarakan dengan kirab seribu tumpeng.

Baca juga: Kapan CPNS dan PPPK Pemkot Solo Diangkat? Kepala BKPSDM Beri Jawabannya

Di samping iu, ada juga pelaksanaan tradisi Colok-colok Malem Songo di Jawa dalam menyambut hari-hari terakhir Ramadhan, yakni memasang obor kecil di sekitar rumah bersama makanan dan sesaji.

Colok berarti obor sedangkan malem songo merupakan malam terakhir bulan Ramadhan. Fungsi obor untuk memberikan penerangan kepada arwah yang telah meninggal dunia agar tidak tersesat.

"Ada kepercayaan Jawa bahwa di malam terakhir itu keluarga-keluarga yang telah meninggalkan, pulang kerumah untuk melihat keluarga," terangnya.

Menurut Drajat, berbagai tradisi yang dilakukan merupakan bentuk penghormatan terhadap malam Lailatul Qadar. Namun, seiring berjalannya waktu, makna spiritual dalam tradisi ini mulai bergeser, lebih menekankan pada aspek ritual dibandingkan esensi Lailatul Qadar itu sendiri.

"Akibatnya, tradisi ini seringkali hanya menjadi ajang berkumpul dan makan bersama," jelas Drajat.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul : Mengenal Malam Selikuran, Tradisi Jawa untuk Sambut Lailatul Qadar

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved