Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Sejarah Kota Solo

Sejarah Dibangunnya Masjid Agung Keraton Surakarta, Ada Alasan Mengapa Dekat Pasar Klewer

Pada zaman kepemimpinan Paku Buwono IV sempat terjadi renovasi dengan mengganti mustaka dengan lapisan emas murni seberat 7,69 kg

|
Penulis: Tribun Network | Editor: Rifatun Nadhiroh
TRIBUNSOLO.COM
Masjid Agung Surakarta 

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Masjid Agung Surakarta atau juga dikenal dengan nama Masjid Agung Keraton Surakarta adalah masjid yang dibangun oleh Pakubuwono (PB) III pada sekitar tahun 1749.

Dahulu masjid ini bernama Masjid Ageng Keraton Hadiningrat.

Sejarah dibangunnya masjid tersebut, bermula di tahun 1744, Keraton Surakarta berpindah dari Kartasura ke Surakarta dipimpin oleh Sunan Paku Buwono.

Selain pembangunan keraton yang digunakan untuk tempat tinggal dan pusat pemerintahan, Paku Buwono juga merancang berdirinya sebuah masjid yang letaknya berdampingan dengan Keraton Surakarta.

Walaupun dibangun oleh anaknya Paku Buwono III, namun Paku Buwono II telah merancang secara struktur lahan seperti peletakan pasar dan lapangan alun-alun yang keseluruhan berdekatan dengan masjid.

Pada era Paku Buwono III Masjid Agung diberi sentuhan nuansa arsitektur Jawa Kuno dan Belanda.

Baca juga: Asal Muasal Tradisi Pembagian Bubur Samin Banjar di Masjid Darussalam Solo Selama Bulan Ramadan

Bangunan berbahan kayu nampak mendominasi terutama pada bagian atap yang bertumpang tiga dan memiliki pucuk berbentuk mustaka.

Atap yang bertumpang tiga itu berarti pokok-pokok tuntunan islam yakni iman, islam dan ihsan.

Pada zaman kepemimpinan Paku Buwono IV sempat terjadi renovasi dengan mengganti mustaka dengan lapisan emas murni seberat 7,69 kg seharga 192 ringgit.

Simbol mustaka yang berbeda dengan bentuk atap masjid yang pada umumnya berbentuk bulan bintang ini bermakna sebuah paku yang menancap ke bumi dan berarti bahwa Paku Buwono merupakan penguasa atau pemimpin di wilayah tempat masjid tersebut berdiri.

Lapisan emas tersebut tidak digunakan lama, di masa Paku Buwono IV pula lapisan tersebut diganti dengan lapisan berbahan metal.

Dari bagian beranda hingga mihrab tempat imam berdiri hampir keseluruhan berbahan kayu jati yang kokoh dan tidak terganti.

Menurut Purwadi dalam jurnalnya yang berjudul "Harmony Masjid Agung Keraton Hadiningrat", bahwasanya letak Masjid Agung yang berdekatan dengan Pasar Klewer sesuai dengan hadis nabi.

Nasihat nabi tersebut menjelaskan bahwa ideologi yang bersifat ruhiyah atau keagamaan dan urusan duniawi seluruhnya harus saling berkaitan.

Baca juga: Sejarah Dibangunnya Waduk Pidekso di Wonogiri, Dibangun Mulai 2014 Diresmikan pada 2021 oleh Jokowi

Di luar bangunan masjid terdapat Gapura Gladhak dan berdekatan dengan alun-alun yang melambangkan masa kanak-kanak penuh dengan permainan dan suka ria.

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved