Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Tarif Impor AS 32 Persen

Dampak Tarif Impor AS 32 Persen: Ancam Pabrik Tekstil di Solo Raya, Kasus Sritex Berpotensi Terulang

Kebijakan Donald Trump tersebut bisa berdampak besar bagi Indonesia, bahkan para buruh pabrik di Solo Raya.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
TribunSolo.com/Anang Ma'ruf
SUASANA PABRIK SRITEX. Lima hari setelah PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) Sukoharjo resmi tutup permanen, suasana di sekitar pabrik kini tampak lengang dan sepi, Selasa (4/3/2025). Diketahui, ribuan buruh telah di-PHK dari Sritex Grup per 1 Maret 2025 dan kini pabrik tekstil lainnya terancam karena kebijakan tarif impor 32 persen AS kepada Indonesia. 

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, baru saja memberlakukan kebijakan tarif impor timbal balik atau 'Reciprocal Tariffs' terhadap Indonesia sebesar 32 persen.

Kebijakan ini akan berlaku mulai 9 April 2025.

Di samping itu, kebijakan Donald Trump tersebut bisa berdampak besar bagi Indonesia, bahkan para buruh pabrik di Solo Raya.

Baca juga: Alhamdulillah, Pemkab Klaten akan Beri Bansons Sembako untuk 1.543 Warga Klaten Korban PHK PT Sritex

Sebab kebijakan tersebut dapat memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran di Indonesia.

Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, memperkirakan lebih dari 50 ribu buruh Indonesia berisiko kehilangan pekerjaan dalam gelombang PHK kedua, yang akan terjadi dalam tiga bulan mendatang.

Said Iqbal mengungkapkan bahwa gelombang PHK pertama, yang terjadi antara Januari hingga Maret 2025, telah mempengaruhi sekitar 60 ribu pekerja dari 50 perusahaan di Indonesia.

Meskipun angka tersebut belum final, Iqbal meyakini bahwa gelombang kedua PHK yang akan datang bisa menambah angka tersebut, dengan lebih dari 50 ribu buruh terancam kehilangan pekerjaan dalam waktu tiga bulan ke depan.

AKSI SOLIDARITAS - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah dan Partai Buruh mengadakan aksi solidaritas di depan rumah milik Pemilik PT. Sri Rejeki Isman Tbk Iwan Kurniawan di Solo, Jawa Tengah, Jumat (21/3/2025). Mereka menuntut Iwan Lukminto membayarkan tunjangan hari raya (THR) eks karyawan Sritex melalui kantong pribadi.
AKSI SOLIDARITAS - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah dan Partai Buruh mengadakan aksi solidaritas di depan rumah milik Pemilik PT. Sri Rejeki Isman Tbk Iwan Kurniawan di Solo, Jawa Tengah, Jumat (21/3/2025). Mereka menuntut Iwan Lukminto membayarkan tunjangan hari raya (THR) eks karyawan Sritex melalui kantong pribadi. (TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin)

Pabrik Tekstil di Solo Raya Bisa Terdampak

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengingatkan bahwa kebijakan ini berisiko menghancurkan industri tekstil domestik jika tidak ditangani secara bijaksana.

Redma menjelaskan bahwa sekitar 35 hingga 40 persen hasil produksi tekstil Indonesia diekspor ke AS dengan dominasi pada ekspor pakaian jadi.

"Pakaian jadinya 60 sampai 70 persen yang kita ekspor ke sana," kata Redma dalam konferensi pers daring, Jumat (4/4/2025).

Baca juga: 1.514 Pekerja Eks Sritex di Klaten Dapat Bansos Sembako, Sesuai Arahan Bupati Klaten Hamenang

Indonesia sendiri merupakan salah satu eksportir utama pakaian jadi ke AS, menduduki peringkat kelima setelah China, India, Vietnam, dan Bangladesh.

 Dengan posisi yang cukup baik ini, Redma menilai bahwa kebijakan tarif AS bisa menimbulkan perubahan besar bagi industri tekstil Indonesia.

Redma mengingatkan agar pemerintah tidak salah dalam mengambil sikap terhadap kebijakan ini.

 "Jangan sampai kita salah menyikapi, nanti malah industri tekstilnya yang mendapatkan tekanan. Ekspor kita turun, dalam negerinya juga hancur. Nah ini dua poin yang menurut kami sangat penting disikapi oleh pemerintah," ujarnya.

Baca juga: Aksi Berbaring Sebelum Demo di Rumah Pemilik PT Sritex di Solo, Gambarkan Pedihnya Nasib Eks Buruh

Redma menyebut jangan sampai pemerintah menyikapinya dengan melakukan relaksasi atau bahkan menghapus kebijakan impor.

Jika ini dilakukan, bukan hanya AS yang bisa memanfaatkan, tetapi negara lain juga akan melihat kesempatan untuk membanjiri pasar Indonesia dengan produk tekstil mereka.

Perlu diingat, negara-negara seperti China, Vietnam, Bangladesh, dan India juga terkena kebijakan tarif AS dan tentu akan mencari pasar baru untuk produk tekstil mereka.

Indonesia, dengan pasar besar dan konsumsi yang tinggi, dianggap sebagai tujuan potensial untuk produk-produk mereka.

"Kalau kita menyikapinya dengan mengurangi atau merelaksasi impor, tentu akan menjadi kesalahan besar karena nanti ekspornya kita enggak dapat, impornya malah tambah banjir," kata Redma.

Lebih lanjut, dia memperingatkan bahwa jika kebijakan impor dilonggarkan, industri tekstil dalam negeri akan semakin tertekan, yang bisa menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal.

TAK BEROPERASI : Penampakan pabrik PT Senang Kharismatex, di Desa Jetis, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar,  Selasa (4/3/2025). Pabrik itu sudah mulai tak beroperasi kembali hingga merumahkan para buruhnya sebelum PT Sritex dinyatakan pailit.
TAK BEROPERASI : Penampakan pabrik PT Senang Kharismatex, di Desa Jetis, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar, Selasa (4/3/2025). Pabrik itu sudah mulai tak beroperasi kembali hingga merumahkan para buruhnya sebelum PT Sritex dinyatakan pailit. (TribunSolo.com/ Mardon Widiyanto)

Waspada Ada Kasus Sritex Jilid II

Contohnya adalah PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), salah satu pabrik tekstil terbesar di Asia Tenggara.

Sritex baru-baru ini menghentikan operasionalnya setelah gagal membayar utang dan dinyatakan pailit.

Keputusan ini diumumkan pada rapat kreditur yang digelar pada Jumat, 28 Februari 2025, dan mulai berlaku pada 1 Maret 2025.

Sritex yang telah berdiri sejak 1966, kini menutup perjalanan panjangnya setelah tidak mampu memenuhi kewajiban utangnya kepada sejumlah debitur.

Kepailitan Sritex merupakan sinyal bahaya bagi industri tekstil Indonesia, yang kini terancam semakin terpuruk akibat kebijakan tarif AS yang baru.

(*)

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved