Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Prakiraan Cuaca Solo

Kenapa Solo Raya Masih Sering Hujan Deras di Awal Kemarau? BMKG Beri Penjelasannya

BMKG turut mendeteksi daerah pertemuan angin (konfluensi) Laut China Selatan dan perairan selatan Jawa.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
TribunSolo.com/Erlangga Bima Sakti
WASPADA CUACA ESKTREM : Ilustrasi hujan deras di Wonogiri, belum lama ini. BMKG ungkap penjelasan ilmiah kenapa Solo Raya masih hujan deras padahal memasuki musim kemarau. 

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Solo Raya, Jawa Tengah, masih dilanda hujan deras beberapa kali pada April 2025.

Bahkan, hujan deras tersebut menyebabkan banjir di beberapa wilayah.

Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah memprediksi bahwa sebagian wilayah Indonesia memasuki awal musim kemarau mulai April 2025.

Baca juga: Jalan Alternatif Selain Melewati Underpass Joglo Solo, Antisipasi saat Terjadi Hujan Deras

Berikut penjelasannya:

1. Kemunculan Madden-Julian Oscillation (MJO) spasial dan gelombang Kelvin, Rossby Ekuator serta Low Frequency
Andri menjelaskan, MJO secara spasial diprediksi aktif di Laut Andaman, perairan utara Sabang, Aceh bagian utara, Kalimantan Selatan, Selat Makassar bagian selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, NTT, Teluk Bone, Laut Banda, dan Laut Arafuru.

Kombinasi MJO dan gelombang Kelvin, Rossby Ekuator, serta Low Frequency di beberapa lokasi.

Wilayah tersebut mencakup Laut Natuna Utara, Kalimantan Utara, Selat Makassar bagian utara, Sulawesi Utara, Laut Sulawesi, Laut Maluku, Maluku Utara, dan Samudra Pasifik utara Halmahera hingga Papua.

“Sehingga berpotensi meningkatkan aktivitas konvektif serta pembentukan pola sirkulasi siklonik di wilayah tersebut,” ujar Andri dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Jumat (4/4/2025).

Baca juga: Jembatan Penghubung Desa di Karangdowo Klaten Putus, Akibat Sungai Meluap Pasca Hujan Deras

2. Sirkulasi siklonik dan konvergensi

Sementara itu, sirkulasi siklonik yang berada di Samudra Hindia barat daya Lampung, perairan barat laut Aceh, Laut Natuna, Samudra Hindia Tenggara NTT, dan Maluku Utara membentuk daerah perlambatan kecepatan angin (konvergensi).

Fenomena tersebut memanjang dari Sumatera bagian barat hingga selatan, Laut Natuna, Laut Halmahera hingga Sulawesi Utara, dan Maluku hingga Papua Barat Daya.

Konvergensi juga terpantau memanjang di perairan barat daya Aceh, Selat Malaka, Kalimantan Barat hingga Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat hingga perairan Maluku, dan Kepulauan Papua.

3. Kemunculan konfluensi

BMKG turut mendeteksi daerah pertemuan angin (konfluensi) Laut China Selatan dan perairan selatan Jawa.

Andri menjelaskan, kondisi tersebut mampu meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan dan ketinggian gelombang laut di sekitar sirkulasi siklonik dan di sepanjang daerah konvergensi atau konfluensi yang dilaluinya.

Baca juga: Underpass Joglo Solo Tergenang Air Hingga 40 cm Setelah Hujan Lebat, Tak Bisa Dilewati Kendaraan

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved