Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Kisah Hidup Tokoh Legendaris

Kisah Prof Dr R Soeharso yang Dibadikan jadi Nama RS dan Jalan di Solo, Pelopor Medis dari Ampel

Prof. Dr. R. Soeharso dikenal sebagai pelopor rehabilitasi medis dan ortopedi di Indonesia, serta tokoh penting dalam sejarah kesehatan nasional.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
TOKOH LEGENDARIS SOLO - Patung Prof Dr Soeharso di Yayasan Pembinaan Anak Cacat Surakarta, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Kamis (7/10/2021). Inilah kisah hidup Prof Dr Soeharso yang diabadikan jadi nama RS dan jalan di Solo. (KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO) 

TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - Nama Prof. Dr. R. Soeharso diabdikan menjadi nama jalan dan rumah sakit di Solo, Jawa Tengah.

Karena pengabdiannya di bidang kesehatan, pada 2024 RS Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta, sesuai kebijakan baru Kemenkes RI berubah nama menjadi RSO Soeharso, Surakarta.

Prof. Dr. R. Soeharso dianggap sebagai sosok yang mengembangkan dan mempelopori proses pelayanan Ortopedi & Rehabilitasi Medik secara Paripurna sesuai dengan perkembangan kedokteran waktu itu & konsep WHO. 

Baca juga: Asal-usul Nama Sondakan yang jadi Kelurahan di Solo, Kisah Kebaikan Ki Sondaka saat Boyong Kedhaton

Meski nama RSO Soeharso dianggap sebagai salah satu rumah sakit ortopedi terbaik di Indonesia, mungkin banyak yang belum tahu bagaimana kisah hidup sosok di baliknya.

Kisah Prof. Dr. R. Soeharso

Prof. Dr. R. Soeharso dikenal sebagai pelopor rehabilitasi medis dan ortopedi di Indonesia, serta tokoh penting dalam sejarah kesehatan nasional.

Soeharso lahir pada 13 Mei 1912, di sebuah desa yang sejuk di lereng Gunung Merbabu.

Ia tumbuh dalam keluarga sederhana, anak keempat dari tujuh bersaudara.

Ayahnya, Satrosuharjo, adalah seorang polisi Onderneming di masa pemerintahan kolonial Belanda, yang sangat menekankan pentingnya pendidikan dan nilai-nilai moral pada anak-anaknya—seperti kejujuran, kedisiplinan, dan sopan santun.

Baca juga: Kisah Hidup Honggowongso yang Kini Jadi Nama Jalan di Solo : Sang Jenius Perancang Keraton Surakarta

Sejak kecil, Soeharso menunjukkan kecerdasan luar biasa.

Ia mulai mengenyam pendidikan di Hollandsch Inlandsche School (HIS) Salatiga pada 1919 dan menamatkannya pada 1926.

Kemudian ia melanjutkan pendidikan di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Solo, tinggal di rumah keluarga Dr. Dullah, yang sangat mendukungnya secara akademis.

Perjalanan Menuju Dunia Kedokteran

Langkah akademiknya terus berlanjut ke Algemeene Middelbare School (AMS) Yogyakarta jurusan IPA, lalu diterima di Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS) Surabaya, sekolah kedokteran prestisius pada masa Hindia Belanda.

Menariknya, meskipun banyak pemuda saat itu terlibat aktif dalam politik, Soeharso lebih tertarik pada ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

Semasa kuliah, ia membentuk organisasi kebudayaan bernama Siwa Matayo, bukan organisasi politik.

Dedikasinya pada ilmu kedokteran membawanya menjadi dokter bedah dan mengawali karier profesionalnya sebagai asisten bedah di CBZ (RSUP) Surabaya pada 1939.

Baca juga: Kisah Raden Mas Said, Mangkunegara I yang Diabadikan jadi Nama Kampus, Jalan, dan Klub Bola di Solo

Kariernya sempat mengalami hambatan saat ia berselisih dengan seorang suster Belanda, yang menyebabkan pemindahannya ke Sambas, Kalimantan Barat pada 1941.

Ketika Jepang mulai menduduki Indonesia, Soeharso dan istrinya melarikan diri ke Solo, lalu kembali ke kampung halaman di Boyolali.

Pada masa ini, Soeharso terlibat dalam revolusi kemerdekaan.

Ia turut mendirikan Palang Merah Indonesia (PMI) cabang Solo tahun 1945, dan memimpin unit medis darurat Mobiele Colone, yang membantu pejuang di medan perang Ambarawa dan Maranggan.

Pelopor Rehabilitasi Medis di Indonesia

Tahun 1944 menandai awal kariernya di RSU Surakarta sebagai asisten dan kemudian kepala bagian bedah.

Pada 1950, ia diangkat menjadi Pemimpin Umum Usaha Prothese oleh Kementerian Kesehatan.

Inilah cikal bakal pengembangan pusat rehabilitasi bagi penyandang disabilitas fisik di Indonesia.

Baca juga: Kisah Oen Boen Ing, Dokter Dermawan yang Namanya Diabadikan jadi Rumah Sakit di Solo dan Sukoharjo

Puncak kontribusinya terlihat pada 1951, saat ia mendirikan Rehabilitasi Centrum Penderita Cacat Tubuh di Surakarta.

Langkah ini menjadikannya pionir dalam perawatan pasien amputasi, paraplegia, dan skoliose.

Selain itu, ia mendirikan berbagai lembaga pendukung, seperti:

  • Rumah Sakit Orthopaedie Solo (1953)
  • Yayasan Pemeliharaan Anak-anak Cacat
  • Sekolah Pengatur Rawat Fisioterapi (1954), yang menjadi Akademi Fisioterapi pada 1964
  • Yayasan Balai Penumpangan Penderita Paraplegia (1967)
  • Yayasan Dana Skoliosis Risser (1968)

Semua lembaga ini menjadi pionir dalam layanan rehabilitasi medis yang modern dan holistik, tidak hanya di Indonesia, tapi juga dikenal hingga Asia Tenggara.

Prof. Dr. R. Soeharso meninggal dunia pada 27 Februari 1971 di rumahnya di Solo, pada usia 59 tahun.

Meskipun telah tiada, warisan perjuangannya dalam dunia kedokteran dan rehabilitasi masih sangat terasa hingga kini.

Namanya diabadikan menjadi nama jalan, rumah sakit, hingga pusat rehabilitasi ternama di berbagai kota di Indonesia.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved