Asal-usul Sendang Wicaksono di Polokarto Sukoharjo, Peninggalan Sri Susuhunan Paku Buwono X

TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - Di Kecamatan Polokarto, wilayah paling timur Kabupaten Sukoharjo, terdapat sebuah destinasi wisata religi yang patut dikunjungi: Sendang Wicaksono.

Sendang Wicaksono terletak di Dukuh Denokan, Desa Polokarto.

Sendang ini menawarkan kesejukan alam yang menenangkan dan nilai sejarah yang mendalam.

Baca juga: Asal-usul Kebun Raya Indrokilo di Kemiri Boyolali, Tak Jauh di Sana Dipercaya Ada Pertapaan Janaka

Meski tidak dijangkau transportasi umum, lokasi ini cukup mudah ditemukan karena hanya berjarak tak jauh dari Balai Desa Polokarto dan berada di tepi jalan dukuh.

Perjalanan dengan kendaraan pribadi menjadi pilihan utama untuk menuju ke sana.

Asal-usul Sendang Wicaksono

Sendang Wicaksono bukan sekadar tempat wisata, tetapi juga warisan sejarah.

Sendang ini merupakan peninggalan Sri Susuhunan Paku Buwono X (1839–1939), Raja Keraton Surakarta, yang memberi nama "Wicaksono" pada sumber mata air ini.

Menurut juru kunci, sang raja juga memerintahkan pembangunan beberapa struktur pendukung di sekitar sendang tersebut.

Baca juga: Asal-usul Umbul Brondong di Klaten, Ada Mitos Terkenal yang Dipercaya Warga Sekitar

Di lokasi sendang, berdiri sebuah prasasti beraksara Jawa dengan simbol Paku Buwono X, menandai kehadiran sejarah yang kental.

Tiga mata air yang terdapat di bawah rindangnya pohon beringin besar dibatasi dengan pagar tembok.

Bangunan pendukung kini sudah dipugar, mempertahankan bentuk aslinya, termasuk sumur berbentuk segi sepuluh yang menjadi ciri khas sendang ini.

Dari Terlantar Menjadi Terawat

Sejak tahun 1950-an, bangunan sendang sempat terlihat angker, kuno, dan tertutup sedimen lumpur.

Baca juga: Asal-usul Goa Putri Kencono Wonogiri, Ada Mitos Sendang Gaib yang Hanya Bisa Dilihat Orang Suci

Namun, pada tahun 2021, Sendang Wicaksono mengalami pemugaran besar-besaran yang dilakukan oleh salah satu anggota DPR RI.

Kini kawasan ini tampil bersih dan asri, dilengkapi taman, talut pembatas sungai, serta tempat singgah yang rindang bagi para pengunjung.

Pada siang dan sore hari, sendang ini ramai dikunjungi warga yang ingin istirahat, membasuh diri, atau mengambil air dari sendang Lanang, sendang Wedok, maupun sumur segi sepuluh.

Sementara pada malam hari, suasana berubah menjadi lebih hening dan sakral, saat para peziarah datang untuk bertirakat.

(*)