Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Kategori Orang Miskin di RI Menurut BPS : Pengeluaran di Bawah Rp20.305 per hari

Badan Pusat Statistik (BPS) menetapkan batas terbaru garis kemiskinan nasional sebesar Rp 609.160 per kapita per bulan, begini penjelasannya.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
TribunSolo.com/Aji Bramastra
UANG 20 RIBU - Ilustrasi uang Rp20 ribu difoto di Solo, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu. Badan Pusat Statistik (BPS) menetapkan batas terbaru garis kemiskinan nasional sebesar Rp 609.160 per kapita per bulan, atau artinya mereka yang pengeluarannya Rp20.000 dianggap kategori miskin. 

TRIBUNSOLO.COM - Badan Pusat Statistik (BPS) menetapkan batas terbaru garis kemiskinan nasional sebesar Rp 609.160 per kapita per bulan.

Artinya, seseorang yang pengeluarannya berada di bawah angka tersebut dikategorikan sebagai penduduk miskin.

Atau apabila dikonversikan dalam hari, batas warga dianggap miskin adalah mengeluarkan Rp 20.305 per hari untuk kebutuhan hidup.

Sedangkan di atasnya, dianggap tidak miskin, meski bisa jadi kelompok menengah ke bawah atau rentan miskin.

“Garis kemiskinan adalah batas pengeluaran minimum yang digunakan untuk mengklasifikasikan seseorang sebagai miskin,” ujar Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, dalam keterangan resmi, Jumat (25/7/2025).

Baca juga: BPS Anggap Biaya Hidup di Solo Disebut Cukup Rp1,7 Juta, Serikat Pekerja Tak Sepakat, Ini Alasannya

Angka ini mengalami kenaikan 2,34 persen dibandingkan dengan periode September 2024 yang sebesar Rp 595.242 per kapita per bulan.

Jika dirinci, garis kemiskinan di perkotaan tercatat sebesar Rp 629.561, sedangkan di pedesaan mencapai Rp 580.025 per kapita per bulan.

Kenaikan di wilayah pedesaan tercatat lebih tinggi dibandingkan perkotaan.

“Namun, garis kemiskinan di pedesaan meningkat lebih tinggi dibandingkan di perkotaan secara kenaikannya,” jelas Ateng.

Pengeluaran Makanan Masih Mendominasi

BPS mencatat bahwa komponen makanan tetap menjadi penyumbang terbesar dalam struktur pengeluaran garis kemiskinan, yakni mencapai 74,58 persen.

 Sementara pengeluaran nonmakanan, termasuk kebutuhan seperti perumahan, pendidikan, dan kesehatan, menyumbang 25,42 persen.

Selain penghitungan garis kemiskinan nasional, BPS juga menggunakan standar Bank Dunia untuk mengukur kemiskinan ekstrem.

Baca juga: 7 Kabupaten/Kota di Solo Raya dengan Konsumsi Kopi Instan Terbanyak, Warga Solo Paling Doyan Ngopi

Standar tersebut mendefinisikan kemiskinan ekstrem sebagai pengeluaran di bawah US$ 2,15 per kapita per hari (setara sekitar Rp 34.000 dengan kurs saat ini).

“Karena itu penghitungan metode Bank Dunia untuk perbandingan antarnegara. Untuk kebijakan pengentasan kemiskinan, kita masih menggunakan pendekatan kebutuhan dasar makanan dan nonmakanan,” jelas Direktur Statistik Ketahanan Sosial BPS, Nurma Midayanti.

Per Maret 2025, jumlah penduduk miskin ekstrem di Indonesia tercatat sebanyak 2,38 juta orang, turun 40.000 orang dari periode September 2024.

Sementara jumlah total penduduk miskin secara umum berkurang sebesar 210.000 orang menjadi 23,85 juta jiwa.

Baca juga: 5 Kecamatan di Solo Jateng yang Memiliki Jumlah Masjid dan Mushola Terbanyak

Meski Bank Dunia telah memperbarui standar kemiskinan ekstrem menjadi US$ 3,00 per kapita per hari (sekitar Rp 48.000), BPS belum mengadopsinya secara resmi.

“Sampai saat ini memang kita belum secara resmi mengadopsi batas US$ 3,00 tersebut sebagai garis kemiskinan ekstrem nasional,” kata Ateng.

Penghitungan kemiskinan saat ini juga merujuk pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2025 yang ditandatangani pada 27 Maret 2025 dan berlaku hingga akhir 2029.

Aturan ini menugaskan BPS untuk menyelenggarakan survei serta menghitung capaian pengentasan kemiskinan dan kemiskinan ekstrem.

“Inpres 8 ini menugaskan BPS untuk menyelenggarakan survei juga menghitung capaian pengentasan kemiskinan dan kemiskinan ekstrem,” tambah Ateng.

9,03 Persen Penduduk RI Masih Miskin

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penurunan signifikan angka kemiskinan di Indonesia pada Maret 2025.

Tingkat kemiskinan nasional kini berada di angka 8,47 persen, atau setara dengan 23,85 juta orang dari total populasi. Angka ini disebut sebagai yang terendah dalam dua dekade terakhir.

“Angka kemiskinan di tahun 2025 ini merupakan yang terendah selama dua dekade terakhir,” ujar Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (25/7/2025).

Sejak Februari 2005, jumlah penduduk miskin di Indonesia telah mengalami penurunan signifikan, dari 35,10 juta jiwa (17,75 persen) menjadi 23,85 juta jiwa (8,47 persen) per Maret 2025.

Kemiskinan Kota Naik, Desa Turun

Meski secara nasional menurun, Ateng menjelaskan bahwa ada dinamika berbeda antara daerah perkotaan dan pedesaan.

Tingkat kemiskinan di perkotaan tercatat naik tipis menjadi 6,73 persen dari sebelumnya 6,66 persen pada September 2024. Sementara di perdesaan justru turun dari 11,34 persen menjadi 11,03 persen.

“Dengan demikian, garis kemiskinan perdesaan naik sedikit di atas garis kemiskinan perkotaan secara kenaikannya,” jelas Ateng.

Namun jika dibandingkan dengan periode Maret 2024, tingkat kemiskinan di kedua wilayah—baik desa maupun kota—sama-sama mengalami penurunan.

Tren Menurun Sejak 2020

Data BPS menunjukkan bahwa penurunan tingkat kemiskinan sudah berlangsung konsisten sejak September 2020.

Kala itu, persentase penduduk miskin di perkotaan tercatat sebesar 7,88 persen dan di pedesaan mencapai 13,20 persen.

Dalam kurun lima tahun, angka tersebut terus menurun hingga menyentuh 6,73 persen di kota dan 11,03 persen di desa pada Maret 2025.

Ateng tidak merinci seluruh data selama 20 tahun terakhir, namun menyebut bahwa sejak September 2021, persentase penduduk miskin berhasil ditekan di bawah 10 persen.

Bahkan, sejak September 2024, angkanya sudah berada di bawah 9 persen.

Sebelumnya, BPS juga menyampaikan bahwa beberapa komoditas, seperti beras dan rokok, masih menjadi penyumbang utama garis kemiskinan.

Kenaikan harga dua komoditas ini menjadi perhatian karena berpengaruh besar terhadap beban pengeluaran kelompok masyarakat miskin, terutama di daerah perkotaan.

(*)

Sumber: Kompas
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved