Mahfud MD Berharap Hasto Tak Bernasib Seperti Tom Lembong : Putusannya Banyak Mengandung Masalah

Sejumlah tokoh dan petinggi PDIP menyerukan agar majelis hakim menjunjung tinggi keadilan dan tidak terpengaruh oleh tekanan politik.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
SIDANG HASTO - Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto berpelukan dengan keluarga usai menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (14/3/2025). Mahfud MD berharap Hasto mendapatkan keadilan dalam vonis hari ini, berbeda dengan nasib yang menimpa Tom Lembong. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN) 

TRIBUNSOLO.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menjalani sidang vonis atas dugaan perintangan penyidikan dan suap dalam kasus Harun Masiku di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (25/7/2025).

Menjelang pembacaan putusan, sejumlah tokoh dan petinggi PDIP menyerukan agar majelis hakim menjunjung tinggi keadilan dan tidak terpengaruh oleh tekanan politik.

Ketua DPP PDIP Bidang Kehormatan, Komarudin Watubun, meminta hakim tidak mengikuti pola vonis mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, yang dinilainya sarat rekayasa hukum.

Baca juga: Ngotot Lawan Roy Suryo Cs soal Ijazah Jokowi, Silfester Matutina Bantah Diperintah Elite Tertentu

"Kita berharap kasus Hasto ini tidak bernasib seperti Tom Lembong. Publik tahu bahwa ini kasus yang direkayasa. Fakta persidangan jelas menunjukkan itu," kata Komarudin saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (24/7/2025).

Ia menyebut bahwa keterlibatan Hasto dalam kasus Harun Masiku dipenuhi oleh kepentingan politik dan berharap hakim tidak mengabaikan fakta-fakta persidangan.

"Kami tidak ingin hukum jadi alat kekuasaan. Ini negara hukum, bukan negara rekayasa. Kami percaya majelis hakim bisa bersikap adil," tegas Komarudin.

SIMPATISAN HASTO. Aksi demonstrasi yang digelar sejumlah simpatisan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, di depan gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025). Ada banner sindiran rezim Mulyono.
SIMPATISAN HASTO. Aksi demonstrasi yang digelar sejumlah simpatisan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, di depan gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025). Ada banner sindiran rezim Mulyono. (Tribunnews.com/Ibriza)

Hal senada juga disampaikan mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.

Baca juga: Jelang Putusan Kasus Hasto PDIP, Kuasa Hukum Senggol Kriminalisasi Tom Lembong

Ia berharap Hasto mendapatkan keadilan dalam vonis hari ini, berbeda dengan nasib yang menimpa Tom Lembong.

"Saya tidak bisa meramal, tapi saya berharap keadilan benar-benar turun. Jangan seperti kasus Tom Lembong, di mana putusannya mengandung banyak masalah prinsipil," ujar Mahfud di Kantor DPP Golkar, Jakarta Barat, Kamis (24/7/2025).

Mahfud menilai bahwa hakim dalam perkara Tom Lembong tidak memahami perbedaan antara norma dan asas, serta syarat dan unsur dalam hukum.

Menurutnya, hal itu sangat berbahaya jika diterapkan dalam perkara serupa.

Jaksa Tuntut 7 Tahun Penjara untuk Hasto

Dalam persidangan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Hasto dengan pidana penjara selama tujuh tahun.

Jaksa menilai Hasto terbukti melakukan perintangan penyidikan dalam kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) Harun Masiku.

Menurut JPU, tindakan Hasto memenuhi unsur Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, junto Pasal 65 Ayat (1), Pasal 55 Ayat (1) ke-1, dan Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Namun, pihak PDIP meyakini bahwa tuntutan tersebut tidak berdasar dan menilai tidak ada niat jahat dari Hasto dalam perkara ini.

Baca juga: Kala Jokowi Tegur Sahabat Lama di Solo via Telepon Gegara Pembelaan Ijazah : Ngopo Belani Aku?

Nama Tom Lembong sendiri turut disebut-sebut menjelang vonis Hasto.

Tom, yang juga mantan Menteri Perdagangan, divonis 4 tahun 6 bulan penjara dalam kasus dugaan korupsi importasi gula.

Vonis terhadapnya sempat menuai kritik karena dinilai tidak berdasar oleh sejumlah pakar hukum dan tokoh politik.

Dalam putusan yang dibacakan pada 18 Juli 2025 lalu, Tom dinilai terbukti menerbitkan 21 persetujuan impor gula kristal mentah untuk perusahaan swasta dan koperasi dalam operasi pasar.

Vonis ini membuatnya memborgol tangan sendiri di ruang sidang, disaksikan langsung oleh mantan capres Anies Baswedan yang datang memberi dukungan.

Mahfud MD Nilai Vonis Tom Lembong Keliru

Putusan majelis hakim terhadap mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong dalam kasus dugaan korupsi impor gula menuai kritik tajam dari sejumlah tokoh, salah satunya adalah Mahfud MD, mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam).

Mahfud MD menilai vonis tersebut keliru dan tidak memenuhi unsur penting dalam hukum pidana.

“Setelah saya mengikuti isi persidangan dan mendengar vonisnya, maka menurut saya vonis itu salah,” ujar Mahfud dikutip dari Kompas.com, Rabu (23/7/2025).

Baca juga: Puan Maharani Mengaku Belum Lihat Surat Pemakzulan Gibran, Mahfud MD Tak Percaya : Modus Politik

Menurut Mahfud, dari fakta-fakta persidangan tidak ditemukan adanya mens rea atau niat jahat dalam tindakan Tom Lembong. Ia menyatakan bahwa dalam hukum pidana, sebuah tindakan baru dapat dipidana jika memenuhi unsur kesalahan (mens rea) dan perbuatan (actus reus).

“Untuk menghukum seseorang, selain actus reus masih harus ada mens rea atau niat jahat. Dalam konteks vonis Tom Lembong ini, ternyata tidak ditemukan mens rea,” tegas Mahfud.

Ia menambahkan, tindakan Tom Lembong dalam kebijakan impor gula dilakukan semata karena melaksanakan perintah dari atas, yakni Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).

“Di kasus Tom Lembong tidak ditemukan mens rea, karena dia hanya melaksanakan tugas administratif dari atas,” tambahnya.

Baca juga: Alasan Tom Lembong Tetap Dihukum Meski Tak Nikmati Hasil Korupsi, Divonis 4,5 Tahun Penjara

Kebijakan Atas Perintah Presiden

Kebijakan impor gula, termasuk penunjukan koperasi milik TNI-Polri sebagai pelaksana impor, menurut kuasa hukum Tom, Zaid Mushafi, merupakan bagian dari upaya mengendalikan harga pangan yang diinstruksikan langsung oleh Presiden.

Hal ini juga dikuatkan oleh Mayjen (Purn) Felix Hutabarat, mantan Ketua Induk Koperasi Kartika (Inkopkar), yang dalam persidangan mengaku mendapat perintah dari Kepala Staf Angkatan Darat saat itu, Jenderal (Purn) Mulyono, yang pada gilirannya mengaku menerima arahan dari Presiden.

Selain soal niat jahat, Mahfud juga menyoroti keputusan hakim yang menghitung sendiri kerugian negara, mengabaikan hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

“Kelemahan lain, perhitungan kerugian negara yang resmi dibuat oleh BPKP dinilai tidak benar sehingga majelis hakim membuat hitungan dengan matematikanya sendiri,” ungkap Mahfud.

Ia menilai pendekatan seperti itu tidak logis dan berbahaya bagi penegakan hukum, terutama ketika lembaga resmi diabaikan oleh pengadilan.

Baca juga: Mahfud MD Mengaku Sempat Diajak Gugat Keabsahan Ijazah Jokowi, tetapi Menolak, Ini Alasannya

Mahfud juga mengkritik gaya penyampaian hakim yang menyebut kebijakan Tom sebagai “kapitalistik” sebagai salah satu hal yang memberatkan.

“Hakim juga bercanda lucu bahwa salah satu yang memberatkan Tom Lembong adalah membuat kebijakan yang kapitalistik. Tampaknya hakim tak paham bedanya ide dan norma,” sindirnya.

Tom Lembong Divonis 4,5 Tahun Penjara, Ajukan Banding

Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, dijatuhi hukuman 4 tahun dan 6 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.

Ia dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus korupsi importasi gula kristal mentah.

Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika dalam sidang yang digelar pada Jumat (18/7/2025).

Baca juga: Tom Lembong Klaim Pernah Dipuji Jokowi karena Sukses Stabilkan Harga Gula, Dicurhati soal Blusukan

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Thomas Trikasih Lembong dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan," ujar Dennie saat membacakan amar putusan.

Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim menilai bahwa Tom Lembong terbukti menyalahgunakan kewenangannya sebagai menteri dengan menerbitkan 21 persetujuan impor (PI) gula kristal mentah untuk sejumlah perusahaan swasta.

Ia juga melibatkan koperasi dalam operasi pasar yang dinilai tidak sesuai ketentuan.

Tindakan tersebut dinilai melanggar Undang-Undang Perdagangan dan memenuhi unsur pidana korupsi sebagaimana didakwakan oleh jaksa penuntut umum.

Baca juga: Namanya Disenggol Gibran, Tom Lembong Santai, Pilih Kenang Momen Manis saat Kerja Bareng Jokowi

Selain hukuman penjara, Tom Lembong juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp750 juta.

Jika tidak dibayarkan, maka ia akan menjalani hukuman tambahan berupa kurungan penjara selama 6 bulan.

"Apabila denda tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," tambah hakim Dennie.

Namun, majelis hakim tidak menjatuhkan hukuman membayar uang pengganti, karena tidak ada bukti bahwa Tom Lembong menerima aliran dana hasil korupsi dalam kasus ini.

Tom Lembong sendiri telah menyatakan akan mengajukan banding atas vonis 4,5 tahun penjara yang dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Jumat (18/7/2025).

Kuasa hukum menilai putusan tersebut berbahaya bagi birokrasi, karena bisa menjerat pejabat yang hanya melaksanakan tugas berdasarkan perintah.

Dengan putusan ini, publik kini menanti hasil proses banding di pengadilan tingkat berikutnya, yang diharapkan bisa memberikan keadilan secara lebih objektif.

Artikel ini diolah dari Kompas.com dengan judul : Kompak Harapan PDIP-Mahfud agar Hasto Tak Bernasib Seperti Tom Lembong

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved