Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Fakta Menarik Tentang Sragen

Sejarah Dibangunnya Museum Manusia Purba Sangiran: Menelusuri Jejak Kehidupan Prasejarah di Sragen

Pengunjung dapat melihat fosil-fosil bersejarah, perlengkapan berburu seperti kapak batu, ilustrasi kehidupan manusia purba

Penulis: Tribun Network | Editor: Rifatun Nadhiroh
TribunSolo.Com/Rahmat Jiwandono
Museum Sangiran yang masih tutup di Dukuh Ngampon, Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Sragen, Rabu (31/3/2021). 

TRIBUNSOLO.COM - Museum Manusia Purba Sangiran yang terletak di Sangiran No.Km.4, Kebayanan II, Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, merupakan salah satu destinasi wisata sejarah terpenting di Indonesia.

Museum ini menjadi pintu gerbang untuk memahami kehidupan manusia purba dan warisan prasejarah yang kaya di kawasan Sangiran.

Situs Sangiran dipercaya sebagai salah satu pusat kehidupan manusia purba pada masa pra-sejarah.

Baca juga: Asal Muasal Pembangunan Museum Sangiran di Sragen Jateng: Jejak Kehidupan Manusia Purba

Sangiran pertama kali ditemukan oleh P.E.C. Schemulling tahun 1864 dengan laporan penemuan fosil vertebrata dari Kalioso, bagian dari wilayah Sangiran

Usia artefak yang ditemukan di sini diperkirakan mencapai dua juta hingga 200 ribu tahun yang lalu.

Pengunjung dapat melihat fosil-fosil bersejarah, perlengkapan berburu seperti kapak batu, ilustrasi kehidupan manusia purba, hingga koleksi buku-buku tua yang menarik untuk dipelajari.

Tak hanya itu, museum ini juga menyediakan pemutaran film edukatif yang menggambarkan proses terbentuknya peradaban manusia di Bumi.

Dengan kekayaan koleksi ini, Sangiran menjadi destinasi yang tak hanya menghibur tetapi juga sarat nilai pendidikan.

Kawasan Sangiran memiliki nilai penting secara internasional.

Pada 7 Desember 1996, UNESCO menetapkannya sebagai Warisan Budaya Dunia.

Penetapan ini menegaskan peran Sangiran sebagai situs prasejarah yang menyimpan bukti nyata evolusi manusia di Asia.

Baca juga: Wisata Wonogiri Soko Langit di Bulukerto, Kolam Renang dengan Pemandangan Menyejukkan Mata

Penelitian mengenai Sangiran dimulai sejak lama melalui pengumpulan benda-benda purbakala yang ditemukan di daerah tersebut.

Salah satu tokoh penting dalam sejarah ini adalah Toto Marsono, Kepala Desa Krikilan, yang sejak awal mengumpulkan fosil dan menyimpannya di rumahnya hingga tahun 1975.

Tempat itu bahkan sempat menjadi tujuan wisatawan yang penasaran melihat koleksi purbakala secara langsung.

Melihat tingginya minat masyarakat, muncul gagasan untuk membangun museum khusus.

Pada tahun 1975, Museum Sangiran pertama kali berdiri dengan luas sekitar 1.000 meter persegi.

Namun, dengan semakin banyaknya penemuan fosil dan meningkatnya kunjungan wisatawan, pada 1980 museum diperluas hingga mencapai 16.675 meter persegi, dengan 750 meter persegi digunakan sebagai ruang pameran.

Bangunan Museum Sangiran dirancang dengan arsitektur joglo khas Jawa yang menambah nuansa budaya lokal. Di dalamnya, pengunjung dapat menemukan:

  • Ruang pameran berisi koleksi fosil manusia purba dan artefak prasejarah.
  • Laboratorium penelitian yang mendukung kegiatan ilmiah.
  • Aula edukasi untuk seminar dan kegiatan pembelajaran.
  • Perpustakaan dan ruang audio visual yang menyediakan informasi mendalam tentang prasejarah.
  • Area penyimpanan fosil, mushola, serta fasilitas umum seperti toilet, area parkir luas, dan toko souvenir.


Lebih dari sekadar tempat penyimpanan fosil, Museum Sangiran berperan sebagai pusat edukasi dan penelitian sejarah kehidupan manusia purba.

Pembangunan museum ini menjadi upaya pelestarian situs Sangiran, sekaligus sarana penting bagi dunia pendidikan untuk memahami perjalanan panjang evolusi manusia di Indonesia.

Baca juga: Kisah Empu Balung dari Sragen Jateng, Pernah Temukan Fosil Tengkorak Manusia Purba Usai Mimpi

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved