Laporan wartawan TribunSolo.com, Agil Tri
TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - Kabar pembebasan Abu Bakar Ba'asyir semakin simpang siur setelah Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto mengeluarkan pernyataan resminya di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Senin (21/1/2019) petang.
Wiranto menegaskan, pembebasan Ba'asyir membutuhkan pertimbangan dari sejumlah aspek terlebih dahulu.
Di saat yang bersamaan, pihak Keluarga tengah mengurus administrasi kepulangan Abu Bakar Ba'asyir di Jakarta.
• Tanggapan Keluarga soal Sikap PM Australia yang Keberatan dengan Pembebasan Abu Bakar Baasyir
Sementara itu di Ponpes Islam Al Mukmin, Ngruki, Sukoharjo juga tengah mempersiapkan kepulangan Abu Bakar Ba'asyir.
Menanggapi hal tersebut, putra Abu Bakar Ba'asyir, Ustaz Abdul Rachim Ba'asyir (Iim) menyerahkan sepenuhnya kepada pengacaranya.
"Itu nanti biar lawyer saja, keluarga sudah menyerahkan hal tersebut kepada lawyer," katanya saat dihubungi TribunSolo.com, Senin malam.
Iim mengaku sudah membagi-bagi tugas dalam pembebasan ayahnya itu.
"Soal pembebasan Ustadz Abu Bakar kan inisiatifnya pemerintah lewat pak Yusril, nanti biar koordinasi dengan lawyer kami," katanya.
• Pemerintah Mengkaji Pembebasan Abu Bakar Baasyir, Wiranto: Jangan Sampai Ada Spekulasi-spekulasi
Iim juga menunggu pernyataan dari Yusril terkait dengan pernyataan Wiranto tersebut.
"Saya belum bisa memberi tanggapan lebih jauh, nanti biar lawyer atau pak Yusril saja," katanya.
Wiranto: Pemerintah kaji pembebasan Abu Bakar Ba'asyir
Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam RI) Wiranto membacakan sikap resmi pemerintah terkait pembebasan Abu Bakar Ba'asyir, pada Senin petang (21/1/2019).
Mengenakan kemeja putih, Wiranto mengatakan, atas arahan Presiden Joko Widodo, pejabat terkait masih akan mengkaji permintaan pembebasan terpidana kasus tindak pidana terorisme itu.
"Presiden memerintahkan kepada pejabat terkait untuk segera melakukan kajian secara lebih mendalam dan komprehensif guna merespon permintaan itu," ujarnya saat konferensi pers di kantor Kemenkopolhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.
Ia menerangkan, sejak tahun 2017 silam, keluarga Abu Bakar Ba'asyir telah mengajukan permintaan pembebasan, karena pertimbangkan usia lanjut dan kesehatan yang semakin memburuk.
"Namun, tentunya masih perlu dipertimbangkan dari aspek-aspek lainnya, seperti aspek ideologi, Pancasila, NKRI, hukum, dan lain sebagainya," ungkap Wiranto.
Dirinya meminta, agar keputusan pemerintah yang masih mengkaji permintaan tersebut, tak menimbulkan spekulasi dikemudian hari.
"Jangan sampai ada satu spekulasi-spekulasi lain berhubungan dengan Abu Bakar Ba'asyir yang masih di dalam tahanan itu. Sekarang banyak sekali perkembangan informasi yang saat ini muncul dari beberapa pihak, dan ini penjelasan resmi dari saya, mewakili pemerintah," jelas dia.
• Penjelasan Kuasa Hukum soal Penolakan Abu Bakar Baasyir Menolak Tanda Tangan Dokumen Setia Pancasila
PM Australia keberatan atas pembebasan Abu Bakar Ba'asyir
Kabar pembebasan Abu Bakar Ba'asyir juga mendapat perhatian negara tetangga, yakni Australia.
Perdana Menteri Australia Scott Morisson menyatakan penolakannya atas pembebasan Abu Bakar Ba'asyir.
Terkait hal tersebut, Abdul Rachim, putra Abu Bakar Baasyir, menilai hal tersebut merupakan hak Scott Morisson untuk menyatakan pendapat.
"Kita memang tidak akan ikut campur soal penolakan dan sebagainya. Itu hak mereka untuk mereka sikapi tentang bagaimana pembebasan Ustaz Abu Bakar Baasyir," kata Rachim di kantor hukum Mahendradatta, Jalan RS Fatmawati, Jakarta Selatan, Senin (21/1/2019).
"Cuma yang kita tolak adalah apabila kemudian fitnah-fitnah itu kemudian dikembangkan dan disebarkan di negara mereka yang bisa berakibat kepada salah sangka dan buruk sangkanya masyarakat di dunia ini kepada ustaz Abu Bakar Baasyir. Tadi sudah disebutkan, kita melihat beberapa media di Australia, Amerika, itu mencoba mengangkat isu Ustad Abu Bakar Baasyir dengan mengaitkannya dengan isu bom Bali dan berbagai macam peristiwa pemboman yang ada di Indonesia," kata Rachim.
Ia merasa aneh melihat pihak Australia dan pihak lainnya yang berkomentar miring terkait pembebasan ayahnya.
"Pembebasan ini karena pertimbangan kemanusiaan yang diambil oleh presiden. Kalau sampai sekarang negara Barat, seperti Australia dan sebagainya itu selalu menggembar-gemborkan sangat menghormati kemanusiaan, perbedaan pandangan, perbedaan agama dan sebagainya, seharusnya mereka mengapresiasi karena pertimbangannya kemanusiaan," kata Rachim.
Ia menilai tidak perlu ditarik-tarik dan dihubungankan pada kepentingan politik. Karena, menurut dia, memang tidak ada sama sekali kepentingan politik di situ.
Ia berharap semua negara menghormati proses hukum di Indonesia.
• Ponpes Islam Al Mukmin Ngruki Sukoharjo Gelar Rapat Koordinasi Sambut Kedatangan Abu Bakar Baasyir
"Bukan malah sekarang dengan kepentingan mereka, kemudian mereka mengangkat lagi isu itu untuk memojokkan ustad Abu Bakar Baasyir. Bagi kami ini adalah fitnah yang dilakukan oleh pihak luar negeri terhadap ustaz Abu Bakar Baasyir," kata Rachim.
"Dalam hal ini kami menuntut pada siapapun di dunia, bahkan kepada Australia, Amerika, Singapura dan seluruh negara yang terlibat dengan perbuatan seperti ini kami minta menghentikan penyesatan opini publik di negaranya terkait dengan masalah ini," kata Rachim.
Diberitakan sebelumnya, dikutip Tribunnews.com dari Sbs.com.au, Perdana Menteri Australia, Scott Morrison mengatakan, pihaknya telah melakukan kontak dengan pemerintah Indonesia pada Sabtu (19/1/2019).
"Posisi Australia tentang masalah ini tidak berubah, kami selalu menyatakan keberatan yang paling dalam," kata Morrison kepada wartawan di Melbourne.(*)