"Kita tidak memaksa warga, kita sudah memberitahu ke masyarakat," kata Neigen.
Neigen khawatir bila warga dipaksa mengungsi ke TPPS, mereka bisa merasa tidak nyaman.
"Kalau dipaksa nanti bertahan di TPPS cuna 1-2 hari saja, kita ikuti kenyamanan mereka saja," tandasnya. (*)
Baca juga: Tinggalkan Kampung untuk Mengungsi, Reban Petani Cabai Lereng Merapi Sambung Hidup dengan Jual Arang
Baca juga: Menilik Dapur Umum di Merapi Boyolali : Ada Para Srikandi yang Rela Masak Tak Dibayar Demi Pengungsi
HIBURAN DI PENGUNGSIAN
Sementara itu, Sejumlah kegiatan dilakukan guna menghilangkan kejenuhan para pengungsi di lereng Gunung Merapi.
Ya, sudah banyak warga menempati tempat penampungan pengungsian sementara (TPPS) Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali.
Dari data per Kamis (12/11/2020), para pengungsi didominasi balita / anak-anak dan lansia.
Rinciannya, 32 balita dan anak-anak, 25 lansia, 23 ibu menyusui, 5 ibu hamil, dan 4 disabilitas.
Sekretaris Desa Tlogolele, Neigen Achtah Nur Edy Saputra mengatakan pihaknya telah menyiapkan sejumlah kegiatan, termasuk untuk balita dan anak-anak.
Baca juga: Menilik Dapur Umum di Merapi Boyolali : Ada Para Srikandi yang Rela Masak Tak Dibayar Demi Pengungsi
Baca juga: Potret Bonsai Santigi, Sang Juara Expo Tanaman Hias Karanganyar yang Dilirik oleh Bupati Juliyatmono
"Anak-anak kadang ada kegiatan trauma healing, kadang di malam hari kita pakai proyektor untuk memutarkan film," kata Neigen kepada TribunSolo.com, Jumat (13/11/2020).
Dari pantauan TribunSolo.com, puluhan balita dan anak - anak diajak bermain para relawan di pelataran TPPS.
Pelataran itu sudah ditutupi terpal untuk mengantisipasi hujan yang sewaktu-waktu mengguyur.
Para balita dan anak-anak asyik bermain mengikuti panduan para relawan. Tawa dan senyum mereka mengembang.
Ada seorang balita yang menenteng boneka beruang merah ketika bermain.
Beberapa diantara mereka sesekali diminta menyanyikan lagu anak-anak yang mereka bisa. Suasana riang gembira seketika pecah.