Laporan Wartawan TribunSolo.com, Adi Surya Samodra
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Pemerintah Kota (Pemkot) Solo memutuskan memperpanjang penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) atau PSBB selama 2 pekan.
Seperti diketahui, itu sudah diterapkan Pemkot sejak 11 Januari 2021 menyusul tren penambahan kasus Covid-19 yang tak kunjung menurun.
Ketua Pelaksana Harian Satgas Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kota Solo, Ahyani mengatakan pihak telah menggodok aturan baru.
Aturan tersebut mulai berlaku per 26 Januari 2021.
Baca juga: Pedagang Dilonggarkan, Pemkab Karanganyar Masih Larangan Penyelenggaran Hajatan saat PSBB Jilid II
Baca juga: Kisah di Balik Viralnya Video Kura-kura Berjoget dengan Lagu Terpesona, Begini Kata Sang Pemilik
"Ada perubahan dan penyesuaian karena dari pusat juga ada penyesuaian," kata Ahyani kepada TribunSolo.com, Senin (25/1/2021).
Perubahan aturan, sambung Ahyani, menyesuaikan ketentuan yang digedok pemerintah pusat mengenai PPKM jilid II.
Perubahan tersebut diantaranya, jam operasional pusat perbelanjaan dan tempat makan.
"Soal jam operasional, kemudian soal sektor informal yang jamnya seusai jam operasional mereka," tutur Ahyani.
"Kalau waktunya dimampatkan justru malah mengundang potensi kerumunan," tambahnya.
Meski ada perubahan aturan, Ahyani mengatakan ketertiban masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan juga diperlukan.
"Yang penting itu protokol kesehatan sebenarnya, mau diatur jamnya, mau diperketat, kalau protokol kesehatan tidak dilaksanakan percuma," katanya.
Dibubarkan Satpol PP
Sebelumnya, hajatan di dua kawasan Kota Solo dibubarkan Satpol PP, Minggu (24/1/2021).
Hajatan - hajatan tersebut digelar di Penjalan RT 03 / RW 04, Kelurahan Gandekan, Kecamatan Jebres dan Kragilan RT 04 / RW 14, Kelurahan Kadipiro, Kecamatan Banjarsari.
Kasi Ops Dal Satpol PP Kota Solo, Semino mengatakan, hajatan tersebut melanggar Surat Edaran (SE) Wali Kota Solo Nomor 067/036.
Baca juga: Ditangi Acara Hajatan, Sejumlah Tamu Justu Nobar Ikatan Cinta, Disediakan Proyektor untuk Nonton
Baca juga: Ada 19 Hajatan di Gondangrejo, Terbanyak Saat PSBB Karanganyar, Camat : Semua Taat Protokol Covid-19
Terlebih, Kota Solo saat ini tengah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
"Untuk kegiatan masyarakat sementara dibatasi, khususnya hajatan tidak dibolehkan," kata dia kepada TribunSolo.com.
"Masyarakat tidak boleh mengadakan kerumunan kaitannya hajatan," tambahnya.
Apabila masyarakat tetap menggelar hajatan, sambung Semino, akan langsung dibubarkan Satpol PP.
"Semua dilaksanakan sesuai dengan surat edaran (SE), kita harus tegas," ucap dia.
Baca juga: Ini Penyebab 32 Nakes di Puskesmas Kerjo Karanganyar Kena Covid-19, di Antaranya karena Hajatan?
"Langsung penertiban dan penghentian kegiatan masyarakat," imbuhnya.
Penertiban hajatan sesuai dengan aduan masyarakat terkait pelanggaran SE Wali Kota Solo.
"Sesuai dengan aduan masyarakat. Pemantauan tim cipta kondisi, kita sudah lakukan secara persuasif," tambahnya.
Kasus hajatan dibubarkan juga terjadi di Sragen, kurang lebih 20 hajatan dibubarkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Sragen selama delapan hari berjalannya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) atau PSBB.
Kepala Satpol PP Sragen, Heru Martono mengatakan, hajatan tersebut dibubarkan lantaran tidak memenuhi syarat protokol kesehatan yang dianjurkan.
"Dibubarkan karena menimbulkan kerumunan," paparnya kepada Tribunsolo.com, Selasa (19/1/2021).
Menurut Heru, pembubaran hajatan dilakukan secara persuasif.
"Enggak ada hajatan yang kami bubarkan secara paksa," kata dia.
Baca juga: Satgas Covid-19 Bubarkan Acara Hajatan di Gunungkidul, Tamu Undangan Berbondong-bondong Pulang
Baca juga: Ada 19 Hajatan di Gondangrejo, Terbanyak Saat PSBB Karanganyar, Camat : Semua Taat Protokol Covid-19
Pihaknya mendatangi tempat digelarnya hajatan dan menegurnya.
"Waktu kami beri tahu, yang punya hajatan kooperatif."
"Mereka bisa memahami dan menyadari," katanya.
Diakuinya, masih ditemukan pelanggaran protokol kesehatan selama PSBB yaitu kesadaran masyarakat yang masih rendah.
"Ada yang bilang kalau tidak tahu sedang ada PSBB," tambahnya.
Tamu Undangan Pulang
Di tempat lain, hajatan pernikahan di Gunungkidul, Yogyakarta, dibubarkan Satgas Covid-19.
Satgas Covid-19 membubarkan acara hajatan pernikahan, lantaran saat ini ada pengetatan secara terbatas kegiatan masyarakat (PTKM).
Dia menjelaskan, acara hajatan tersebut digelar oleh salah seorang warga Kalurahan Candirejo, Kapanewon Semin.
Baca juga: Waspada Bila Ada Bercak di Lidah, Bisa Jadi Itu Gejala Covid-19, Kenali Ciri-cirinya
Baca juga: Kantor Kecamatan Jogonalan Klaten Lockdown 2 Hari, Pegawai Positif Covid-19: Semua Layanan Tutup
"Karena sudah berjalan (hajatan) dan sudah ijab kabul, terpaksa dihentikan (hajatannya)," kata Panewu Semin Witanto saat dihubungi Kompas.com, Minggu (17/1/2021).
Dia menjelaskan, pembubaran acara hajatan sempat mendapat penolakan dari pihak penyelenggara.
"Laporan yang masuk ada 11 pasang yang menikah, 10 pasang mau membatalkan, 1 pasang yang tetap melaksanakan hajatan, padahal sudah diingatkan tetapi tetap nekat. Mau tidak mau kita tetap menegakkan aturan PTKM," ucap Witanto.
Witanto mengaku sudah melakukan sosialisasi dan edukasi terkait PTKM yang dilaksanakan 11 sampai 25 Januari 2021 mendatang.
Untuk 10 pasang yang lain masih menunggu sambil melihat kondisi apakah akan melaksanakan hajatan atau tidak.
"Untuk warga diperantauan pun kami mengimbau agar tidak pulang terlebih dahulu menunggu situasi tenang," kata Witanto.
Kasubag Humas Polres Gunungkidul Iptu Suryanto menambahkan, langkah tegas ini dilakukan setelah Satgas Covid-19 melihat banyak tamu dan kerumunan pada pesta hajatan tersebut.
Kegiatan pembubaran orang hajatan ini bertujuan untuk mencegah adanya klaster baru di wilayah Semin.
"Setelah diberi penjelasan, akhirnya pemilik rumah yang sedang melakukan hajatan, juga bisa mengerti dan tamu undangan pada hajatan itu, langsung bubar," kata Iptu Suryanto.
Sebelumnya, Wakil Bupati Gunungkidul Immawan Wahyudi menegaskan, dalam rentang tanggal 11 hingga 25 Januari 2021 hajatan atau kegiatan masyarakat yang bersifat mengumpulkan massa tidak diizinkan.
“Akad nikahnya boleh, tetapi pesta atau ramai-ramainya yang tidak diizinkan. Kalau tetap nekat, tentu akan langsung dibubarkan,” kata Immawan. (*)