Laporan Wartawan TribunSolo.com,Agil Tri
TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - Warga Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo kembali haru menahan bau busuk limbah.
Bahkan mereka yang tergabung dalam gerakan peduli lingkungan (GPL) Sukoharjo mendatangi Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWSBS), Rabu (28/4/2021).
Mereka dengan membawa sejumlah poster tulisan dan foto kali yang dilewati limbah PT Rayon Utama Makmur (RUM).
Warga menduga, ada pencemaran limbah air yang disebabkan pipa pembuangan limbah PT RUM karena bocor.
Menurut salah satu koordinator GPL Hirman, kedatangan mereka ingin melakukan audiensi dengan BBWSBS terkait pencemaran itu.
Baca juga: Tiga Orang Bentangkan Tulisan Cabut Izin PT RUM di Depan Kantor Bupati Sukoharjo
Baca juga: Bau Busuk Limbah PT RUM Muncul Akibat Blower Rusak, Warga Minta Produksi Dihentikan, karena Tak Kuat
Pasalnya, Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) dan GPL Sukoharjo melakukan pengambilan sampel air di 11 lokasi di sepanjang aliran Kali Gupit dan Sungai Bengawan Solo pada Maret 2021.
"Kami menggandeng peneliti Ecoton yang berkompeten dalam lingkungan hidup terutama sumber daya air," kata dia kepada TribunSolo.com.
Hasil uji kualitas air sungai menyebutkan air sungai mengandung partikel mikroplastik dan zat kimia yang membahayakan kesehatan manusia.
Dia menjelaskan, kadar keasaman atau (pH) di sebagian besar lokasi pengambilan sampel air di atas 7.5.
Bahkan, pH di lokasi pembuangan limbah di tempuran Sungai Bengawan Solo yakni 7.8. Padahal, pH normal air sungai antara 7 dan maksimal 7.5.
"Tanah sawah yang dialiri limbah cair berubah menjadi kecoklatan. Sedangkan, tanah sawah yang tidak teraliri limbah cair pabrik tetap hitam," Jelasnya.
Kepala Bagian Tata Usaha BBWSBS, Bambang, mengatakan pengawasan dan pemberian sanksi kasus pencemaran lingkungan merupakan ranah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sukoharjo.
Balai besar hanya bertugas melakukan konservasi sumber daya air termasuk Sungai Bengawan Solo.
"Bukan ranah dan domain kami untuk menentukan apakah ada pencemaran air sungai atau tidak," ujarnya.
"Ini domain DLH Sukoharjo sebagai perpanjangan tangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan," tandasnya.
Demo di Kantor Bupati
Sebelumnya, tiga orang warga Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo membentangkan tulisan "Cabut Izin PT RUM" di depan Kantor Dinas Bupati Sukoharjo, Selasa (26/1/2021) kemarin.
Mereka mengeluhkan bau limbah PT RUM yang masih dirasakan warga hingga saat ini.
Tidak hanya itu, PT. RUM juga diduga mengeluarkan limbah cair yang kadang berwarna kuning, hitam dan keruh, yang dibuang ke sungai Desa yang mengalir sampai ke sungai Bengawan Solo.
Baca juga: Bau Busuk Limbah PT RUM Muncul Akibat Blower Rusak, Warga Minta Produksi Dihentikan, karena Tak Kuat
Baca juga: Geruduk DLH Sukoharjo, Warga Pengkol Keluhkan Limbah Busuk PT RUM, Anak-anak Tak Kuat Pusing & Mual
"Pemerintah Sukoharjo belum bertindak tegas, warga masih tersiksa dengan bau busuk yang menyengat pagi siang sore malam," ungkap Nico Wauran SH, LBH Semarang, dikonfirmasi Rabu (27/1/2021).
"Kemarin kami mengantar perwakilan warga terdampak, mengirim surat pada Bupati Sukoharjo, mendesak Bupati Sukoharjo mencabut ijin lingkungan PT RUM." tambahnya.
LBH Semarang mengawal warga terdampak limbah PT RUM, diawali dengan menyampaikan surat keluhan dan tuntutan pada Bupati Sukoharjo.
"Kami hanya mengirim surat, perwakilan 3 warga terdampak saja. Serahkan Aspri. Tidak ditemui siapapun," ucapnya.
"Ini sebagai langkah awal lagi warga untuk menuntut hak nya atas udara bersih dan sehat," Ungkap Nico.
Baca juga: Pemkab Sukoharjo Akui Bisa Bekukan Izin Operasional PT RUM, Tapi Risikonya Besar, Ini Penjelasnnya
Sebelumnya warga telah melakukan berbagi bentuk upaya untuk menghentikan pencemaran lingkungan dan menghilangkan bau busuk dalam bentuk pelaporan kepada DLH kabupaten Sukoharjo, Bupati Sukoharjo, Kementrian Lingkungan Hidup, Komnas HAM, Ombusman, KPAI hingga Presiden.
Selain itu warga juga telah melakukan aksi demonstrasi penolakan terhadap pencemaran lingkungan hidup, akan tetapi pencemaran dan bau busuk dari PT RUM masih terus dirasakan oleh warga terdampak sampai dengan rilis ini dibuat.
Bahkan di tengah situasi pandemik Covid-19, PT RUM masih gencar melakukan tindak pencemaran lingkungan hidup berupa bau busuk yang menyengat serta pembuangan air limbah yang tidak melalui jalur pipa yang telah tersedia sehingga mengakibatkan sungai di sekitar PT RUM menjadi tercemar.
Kondisi tersebut di perparah dengan adanya kebiajakan PPKM dari pemerintah, dimana Pemerintah dalam hal ini mengajurkan untuk berdiam diri di rumah, akan tetapi warga dibiarkan menghirup bau busuk yang berasal dari PT RUM yang mengakibatkan warga merasakan gejala pusing, mual hingga sesak napas.
Baca juga: Warga Terdampak Limbah PT RUM Bagikan Ratusan Masker ke Murid TK/PAUD di Nguter Sukoharjo
Warga yang terdampak tidak hanya empat desa sekeliling pabrik, yakni desa Pengkol, Plesan, Gupit, dan Celep, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo. Tapi juga melebar hingga Karanganyar dan Wonogiri.
Bupati Sukoharjo dinilai telah lalai terhadap hak-hak masyarakat yang sudah diatur dalam UUD 1945 Pasal 28 H ayat (1) bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan, dan UU Hak Asasi Manusia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 9 ayat (3) bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Sebenarnya Bupati Sukaharjo pernah mengelurkan Surat Keputusan Bupati Sukoharjo Nomor: 660.1/207 tahun 2018 tentang Pemberian Sanksi Administratif Dalam Rangka Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Berupa Paksaan Pemerintah Dalam Bentuk Penghentian Sementara.
Dalam hal ini PT RUM harus melakukan pengendalian emisi sehingga tidak menimbulkan bau, namun Sampai habis masa sanksi yang di tentukan didalam Surat Keputusan Sanksi Administrasi diatas, PT RUM masih melakukan pencemaran dan semakin parah yang membuat warga tersiksa.
"Harusnya ada kenaikan sanksi, kalau tetap masih nekat ya harus ada sanksi tegas ijin dicabut." Tegasnya. (*)