Banyaknya pemilik toko yang hanya memberikan migor kepada satu pembeli, menjadikan tak hanya dia saja yang harus pergi ke toko untuk mencari migor.
Suaminya pun diajak untuk bersama-sama membeli migor ke toko-toko yang masih menyediakan migor.
“Saya juga mengajak suami buat bantu beli. Karena kebutuhan minyak banyak. Itupun kadang cuma dapat 3 kemasan, pernah juga dapat satu karton. Tapi jarang dapatnya," terangnya.
Diapun berharap kelangkaan migor ini bisa segera teratasi.
Apalagi, tak lama lagi puasa dan lebaran yang merupakan moment tepat bagi pelaku UMKM untuk mendapat keuntungan.
“Saat puasa dan lebaran, permintaan keripik usus ini akan meningkat,” jelas dia.
Memperkecil Produksi
Kelangkaan minyak goreng (Migor) membikin produsen keripik usus di Boyolali kelabakan.
Bagaimana tidak, sudah harganya tinggi, barangnya tidak ada ditambah lagi kualitasnya juga dinilai turun.
Para produsen pun tak bisa berbuat banyak, selain mengurangi produksi keripiknya dan menggilir para pekerjanya.
Ririn Trisnawati (40) salah satu produsen keripik usus, sangat merasakan dampak kelangkaan migor ini.
Sebelum kelangkaan Migor ini, warga Dukuh Peni, Desa Kwiran, Kecamatan Banyudono, Boyolali itu bisa mengolah antara 4 sampai 5 kuintal usus mentah.
Namun, belakangan ini karena sulitnya mendapatkan migor dia terpaksa mengurangi produksinya.
“ Sekarang ini (produksinya) tinggal 2,5 sampai 2,7 kuital sehari,” katanya, kepada TribunSolo.com, Selasa (15/3/2022).
Turunnya produksi ini juga berdampak pada 10 pegawainya.