Berita Solo

Warga Solo Mulai Curhat ke Gibran soal Zonasi: Jarak Terdekat ke SMAN 4, Tetap Saja Tak Diterima

Penulis: Ahmad Syarifudin
Editor: Adi Surya Samodra
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana PPDB SMA/SMK di SMKN 8 Surakarta, Jumat (1/7/2022)

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Keluhan perihal ruwetnya zonasi saat pendaftaran peserta didik baru (PPDB) 2023 diterima Pemerintah Kota (Pemkot) Solo melalui unit layanan aduan surakarta (ULAS). 

Di ULAS, beberapa orang tua mengeluhkan sejumlah kendala dalam mendaftarkan anaknya ke sejumlah sekolah, termasuk jenjang pendidikan SMA.

Salah satunya, Tri Rolyanti, warga Turisari, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo. 

Dia kesulitan mendaftarkan anaknya di sebuah sekolah negeri di Kota Solo.

Berikut keluhan dari Tri di ULAS soal zonasi :

Lapor Mas Wali: Tri Rolyanti. Selamat sore mas Gibran Mas,,sedikit bercerita.. Hari ini tadi sy dan ank saya melakukan verifikasi berkas ke SMA N 4 Surakarta,, melalui jalur zonasi,, kebetulan sy tinggal dii kecamatan Banjarsari.. Sebelumnya ank saya SMP N 1 Surakarta. Sy tinggal dii Mangkubumen,,tepatnya dii Turisari,,dan jarak terdekat adl SMA 4=1,7km SMA 1=2,1 SMA 2=2,1 Dan td waktu verifikasi berkas ank sy dii kasih tau SM guru yg bertugas katanya berat,,jarak terlalu jauh.. Mas Gibran,, pdhl byk ank⊃2; dari daerah Turisari yg mengandalkan sistem Zonasi. Kendala yg didapat adalah SMA N yg terdekat adalah SMA N 4,,SMA N 2,, SMA N 1,,dan ternyata jarak dari turisari ke SMA tersebut 1 km lebih Bagaimana solusinya mas? Agar anak sy dan ank⊃2; yg tinggal di daerah Turisari bs bersekolah disana Mas? Terimakasih sebelumnya 

Baca juga: Zonasi PPDB 2023 Disorot, Dinas Pendidikan Kota Solo Klaim Mutu Pendidikan Tetap Terjamin 

Baca juga: Banyak Calon Siswa Tersisih Masuk SMP Negeri di Solo, Tapi Mengapa Masih ada Bangku Kosong?

Keluhan perihal ruwetnya zonasi direspons Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka.

Gibran berjanji akan menindaklanjuti berbagai keluhan mengenai sistem zonasi PPDB di tiap jenjang sekolah.

Ia pun menegaskan tetap mengikuti aturan pusat.

"Nanti habis ini saya tindaklanjuti ya SMA, SMP, SD. Ya kita ikut aturan pusat wae lah," tuturnya saat ditemui di Pura Mangkunagaran, Kamis (22/6/2023).

Meskipun komitmen untuk patuh pada sistem zonasi, pihaknya tetap menindaklanjuti berbagai keluhan warga yang terkendala dalam penerapan sistem ini.

"Tapi yang jelas keluhan-keluhan warga tetap kami terima untuk PPDB," jelasnya.

Ia pun menegaskan sudah tidak ada lagi apa yang disebut dengan sekolah favorit.

"Udah enggak ada kaya gitu. Semuanya favorit," tegasnya.

Sekolah Negeri Terlena

Sebelumnya, sistem zonasi yang diterapkan dalam tahapan pendaftaran peserta didik baru (PPDB) memberikan sejumlah pekerjaan rumah di dunia pendidikan.

Penerapan sistem tersebut bukan tidak mungkin memunculkan beberapa sekolah yang kuota kursinya tidak terpenuhi, termasuk di jenjang SD.

Sekolah yang kuota kursinya tidak terpenuhi pun bukan tidak mungkin akan berujung di-regrouping dengan sekolah yang lain.

Kondisi adanya sekolah yang kuota kursinya tak terisi penuh mendapat sorotan dari pengaman pendidikan YSKK, Kangsure Suroto. 

Menurutnya kondisi tersebut merupakan sebuah ironi di dunia pendidikan.

"Menurut saya ini ironi. Itu setiap tahun selalu terjadi seperti ini," kata Kangsure kepada TribunSolo.com, Rabu (21/6/2023).

"Ada SD-SD yang tidak ada peminatnya atau jumlah muridnya hanya sedikit yang bersekolah di situ," tambahnya.

Baca juga: Luhut Ingin Tarik Investasi Industri Mobil Listrik ke Solo, Singgung Soal Pertumbuhan Ekonomi

Baca juga: Calon Siswa dari Luar Kota Bisa Daftar PPDB di Sekolah Negeri Solo, Ini Syaratnya!

Ditambahkan Kangsure, seharusnya sekolah negeri memiliki mutu pendidikan yang lebih bagus dari swasta.

"Catatan saya, ini sangat ironis. Karena harusnya sekolah negeri itu justru lebih baik dari sekolah swasta. Kenapa? Karena sekolah negeri semuanya sudah difasilitasi oleh pemerintah," ujar Kangsure.

"Menurut saya semuanya sudah difasilitasi oleh pemerintah, artinya kepala sekolah dan guru sebenarnya hanya tinggal berpikir bagaimana sekolah itu memberikan kualitas pembelajaran atau kualitas layanan yang lebih baik dibandingkan sekolah swasta," tambahnya.

Bahkan fakta yang didapat Kangsure di lapangan berbeda dengan harapan.

"Tapi itu tidak terjadi. Justru yang terjadi adalah mereka terlena," ucap Kangsure.

"Karena semua sudah dimudahkan, semua sudah difasilitasi sehingga motivasi untuk memberikan pelayanan yang terbaik itu justru sangat rendah," imbuhnya.

Hal itu disebut Kangsure sebagai penyebab kenapa kini kualitas sekolah negeri, termasuk jenjang SD banyak yang tertinggal dari sekolah swasta.

"Karena sangat rendah, yang terjadi adalah kualitas lulusan di sekolah negeri menjadi sangat kurang dibanding sekolah swasta," terangnya.

Di sisi lain banyak SD negeri diregruping tetapi banyak sekolah swasta baru bermunculan.

"Ironinya lagi, banyak sekolah negeri yang diregruping tapi di sisi lain banyak sekolah swasta yang tumbuh, yang baru dibangun. Banyak sekolah swasta yang sampai menolak-menolak calon siswa baru," ucap dia.

"Padahal sekolah swasta itu tugasnya itu dobel, untuk mencari pendanaan dan harus memberikan pelayanan pendidikan yang baik. Tapi ternyata mereka bisa melakukan kedua tugas itu,"

"Ini menurut saya ironi, kenapa sekolah negeri justru begitu. Menurut saya menyedihkan dan ironis," Kangsure menegaskan.

Meski demikian, terkait kebijakan regrouping sekolah negeri dari pemerintah sudah sangat tepat.

"Kalau aturan regrouping saya setuju karena kalau tidak itu bisa jadi pemborosan uang negara," jelas dia.

"Kebijakan regrouping ini adalah kebijakan untuk melakukan efisiensi pelayanan pendidikan, saya mendukung," tambahnya.

Namun demikian ia masih tetap mempertanyakan bagaimana nasib dari sekolah-sekolah negeri yang akhirnya sepi peminat.

"Tetapi saya kecewa kenapa sekolah negeri sepi peminat," tutup Kangsure.

(*)

Berita Terkini