Pemilu 2024

MK Hari Ini Putuskan Gugatan Usia Maksimal 70 Tahun Bagi Capres-Cawapres, Bisa Menjegal Kans Prabowo

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Prabowo Subianto saat memberikan sambutan dalam acara deklarasi Setia Prabowo di Hotel Kartika Chandra, Jakarta Pusat pada Sabtu (7/10/2023).

TRIBUNSOLO.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini dijadwalkan bakal membacakan putusan berkaitan dengan gugatan syarat calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres), Senin (23/10/2023) mulai pukul 10.00.

Diketahui putusan ini yang bisa menjegal kans Menteri Pertahanan Prabowo Subianto pada Pilpres 2024.

Baca juga: Ganjar Tanggapi Terpilihnya Gibran yang Terpilih Jadi Bacawapres: Mudah-mudahan Bertanding Fair

Pasalnya putusan ini berkaitan dengan batasan umur maksimal untuk capres dan cawapres.

Diketahui kini Prabowo Subianto telah berusia 72 tahun.

Diketahui putusan tersebut berkaitan dengan kans Prabowo itu tercatat pada perkara nomor 102, 104, dan 107/PUU-XXI/2023 dengan objek gugatan Pasal 169 huruf d dan q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).

Tiga perkara tersebut tidak pernah diperiksa di sidang. Tahapan terakhir yang dilalui adalah pemeriksaan permohonan dan perbaikan permohonan kedua pada 2 dan 4 Oktober 2023.

Perkara 102/PUU-XXI/2023

Perkara ini diajukan Wiwit Ariyanto, Rahayu Fatika Sari, dan Rio Saputro, dengan menyertakan 98 advokat. Mereka mengajukan 2 petitum.

Pertama, meminta MK membatasi syarat usia capres-cawapres 40-70 tahun.

Mereka menganggap bahwa untuk mengelola Indonesia menjadi negara maju, dibutuhkan mobilitas yang sangat tinggi karena wilayah Indonesia sangat luas.

Selain itu, mereka juga menilai pasal yang ada sekarang memberikan ketidakpastian hukum karena hanya mengatur batas bawah usia capres tanpa mengatur batas atasnya.

Mereka menjadikan batas atas usia hakim konstitusi dan hakim agung yang tidak boleh melebihi 70 tahun sebagai perbandingan.

Kedua, mereka ingin agar MK mengubah Pasal 169 huruf d UU Pemilu guna melarang pelanggar HAM maju sebagai capres.

Dalam petitum gugatannya, mereka meminta supaya larangan itu berbunyi "tidak pernah mengkhianati negara, tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi, tidak memiliki rekam jejak melakukan pelanggaran HAM berat, bukan orang yang terlibat dan/atau menjadi bagian peristiwa penculikan aktivis pada tahun 1998, bukan orang yang terlibat dan/atau pelaku penghilangan orang secara paksa, tidak pernah melakukan tindak pidana genosida, bukan orang yang terlibat dan/atau pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan dan tindakan yang anti demokrasi, serta tindak pidana berat lainnya."

Mereka juga mengutip Pasal 7A UUD 1945 yang mengatur tentang pemberhentian presiden dan wakil presiden apabila "terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden".

Halaman
123

Berita Terkini