TRIBUNSOLO.COM - Umat muslim sebentar lagi akan merayakan Hari Raya Idul Fitri 1445 H/2024 M.
Salah satu tradisi di Indonesia menjelang lebaran tiba adalah mudik atau pulang ke kampung halaman.
Tak jarang, banyak orang rela menempuh perjalanan jauh hanya agar dapat bertemu dengan keluarganya di kampung.
Baca juga: Upaya Pemprov Jateng Tekan Angka Kecelakaan saat Mudik, Tingkatkan Pengawasan Ramp Check
Kondisi perjalanan jauh yang melelahkan seringkali menjadi alasan seseorang untuk tidak berpuasa.
Lantas, bagaimana hukumnya orang yang membatalkan puasa saat mudik lebaran?
Melansir dari kanal YouTube Sahabat Yamima Channel, Ustadz Adi Hidayat mengungkapkan bahwa seorang umat Islam boleh tidak berpuasa jika menempuh jarak melebihi 80 kilometer atau safar.
"Jadi kalau anda bepergian melebihi 80 km, maka itu disebut dengan safar," jelas Ustadz Adi Hidayat.
Selain mempertimbangkan jarak tempuh mudik, safar membuat umat Islam diperbolehkan untuk tidak berpuasa.
Baca juga: Jadwal Buka Puasa Solo Senin 1 April 2024, Cek Juga Waktu Shalat Lima Waktu
Maksudnya, jika seorang muslim merasakan kesulitan saat menunaikan puasa, misalnya tubuh lemah karena perjalanan, maka diperbolehkan untuk membatalkan puasanya.
Ustadz Adi Hidayat lantas menceritakan kisah ketika Nabi Muhammad SAW berjumpa dengan seseorang yang sedang berpuasa dan beristirahat di bawah pohon palem.
“Dalam sebuah riwayat dijelaskan ada seseorang menjalani satu perjalanan dan tiba-tiba dia kelelahan lalu duduk di bawah satu naungan pohon,” kata Ustadz Adi Hidayat.
Nabi SAW kemudian datang dan bertanya kepadanya, kenapa anda begini?
Orang tersebut kemudian memberitahu Nabi bahwa dirinya sedang berpuasa.
Baca juga: 7 Daftar Makanan yang Bantu Turunkan Berat Badan Saat Puasa, Udang dan Alpukat Masuk List!
Rasulullah pun berujar bahwa tidak baik jika seseorang tersebut berpuasa dalam keadaan safar.
Maka atas dasar itu, para ulama membolehkan orang yang safar untuk berbuka, jika puasa memberatkannya.
Berbeda kondisinya jika dalam melakukan perjalanan jauh, namun sepanjang jalan merasa nyaman dan tak menemui kesulitan.
Ustadz Adi Hidayat menyontohkan kondisi zaman sekarang dimana menuju sejumlah kota kini bisa ditempuh dalam waktu singkat dengan alat transportasi seperti pesawat.
Menurutnya, jika seseorang mudik menggunakan pesawat, masih bisa mengusahakan untuk tetap beribadah puasa.
“Namun jika Anda bepergian jaraknya jauh tapi menggunakan pesawat, artinya anda nyaman itu tidak boleh batal puasa,” kata Ustadz Adi Hidayat.
Dengan demikian, seseorang akan mendapat dua pahala sekaligus, yakni pahala menjalankan kewajiban berpuasa dan menikmati kesabaran.
Baca juga: Bagaimana Hukumnya Puasa tapi Tidak Membayar Zakat Fitrah? Ustaz Abdul Somad Beri Penjelasannya
Wajib Mengganti Puasanya di Hari Lain
Namun, yang harus diperhatikan adalah, jika seseorang membatalkan puasanya saat melakukan perjalanan mudik, wajib baginya mengganti puasa tersebut di hari lain alias qadha.
Hal ini lantaran puasa Ramadhan hukumnya wajib, sehingga jika tidak dilaksanakan, terhitung sebagai hutang.
Mengganti puasa bisa dilakukan kapan pun di luar bulan Ramadhan atau sebelum masuk bulan Ramadhan tahun berikutnya.
Kewajiban untuk mengganti puasa yang telah batal di bulan Ramadhan dituliskan dalam Al Quran surat Al-Baqarah ayat 183 berikut.
اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
Artinya: “(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak ber puasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak ber puasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (Q.S Al-Baqarah: 183).
Kendati diberi keringanan untuk tidak puasa bagi musafir, namun mereka masih diberi pilihan untuk menentukan apa yang sekiranya baik dan lebih mudah untuk mereka.
Jika berpuasa dirasa lebih baik, maka dianjurkan untuk tetap melaksanakannya.
Namun, kalau itu memberatkannya, maka membatalkan puasa diperbolehkan.
(Magang TribunSolo.com/Ilham Dwi Rahman)