TRIBUNSOLO.COM - Ketua Tim Pembela Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan jika Pilpres tidak bisa disamakan dengan Pilkada.
Persamaan itu terkait dengan proses diskualifikasi calon dalam Pilkada,
Yusril menyampaikan hal tersebut menanggapi tim hukum Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Sugito Atmo Prawiro yang mengambil contoh bahwa sebuah pasangan calon bisa-bisa saja diganti dalam pilkada.
Baca juga: Hal Ini yang Bikin Kubu AMIN dan Ganjar-Mahfud Yakin MK Bakal Kabulkan Gugatan Sengketa Pilpres
Baik kubu Anies Baswedan maupun Ganjar Pranowo sama-sama mendesak agar Gibran Rakabuming Raka didiskualifikasi dalam Pilpres 2024.
Tim hukum Anies, yakni Sugito Atmo Prawiro yang menganalogikan diskualifikasi paslon di Pilkada sama-sama bisa dilakukan di Pilpres.
Yusril secara tegas membantah analogi Sugito tersebut.
Pasalnya kata dia, Pilkada dan Pilpres merupakan dua hal yang berbeda.
Menurut Yusril, Pilkada didasarkan pada undang-undang, sementara Pilpres terkait langsung dengan pengaturan konstitusi.
Baca juga: Jelang Putusan Sengketa Pilpres 2024 di MK, Cak Imin Ngaku Siap Datang Jika Dapat Instruksi
"Mengambil contoh diskualifikasi dalam pilkada dan mencoba menganalogikannya dengan pilpres adalah hal yang tidak pada tempatnya."
"Menyamakan hal yang tidak sama, tidak akan menjelaskan apa-apa. Pilkada itu didasarkan pada UU, sementara pilpres terkait langsung dengan pengaturan dalam konstitusi," kata Yusril dilansir Kompas.com, Minggu (21/4/2024).
Yusril melanjutkan, kepala daerah yang didiskualifikasi bisa digantikan sementara oleh Plt.
Namun berbeda dengan jabatan presiden, tak ada lembaga manapun yang berwenang untuk menunjuk penjabat presiden.
"Kepala daerah jika didiskualifikasi bisa ditunjuk plt sampai terpilih kepala daerah definitif."
Baca juga: Nunggak Uang Sekolah Rp50 Ribu, Siswi SMA di Maumere Tak Boleh Ikut Ujian, Ini Faktanya
"Untuk presiden, tidak ada lembaga apapun, bahkan MPR yang berwenang menunjuk penjabat presiden atau memperpanjang masa jabatan presiden," terang Yusril.
Lebih lanjut Yusril menekankan bahwa hingga 20 Oktober mendatang sudah harus ada presiden dan wakil presiden baru yang dilantik.
Karena jika tidak maka akan terjadi kekosongan pemerintahan yang berujung pada potensi terjadinya 'chaos' atau kekacauan.
Atas hal itu, Yusril pun percaya bahwa MK tak akan berani untuk mengambil risiko tersebut.
"MK tak akan berani mengambil risiko sebesar itu," ucap Yusril.
Yusril menegaskan kasus Gibran yang didesak untuk didiskualifikasi dari posisi cawapres ini sangat berbeda dengan penggantian calon di level kepala daerah.
Ketua Umum Partai Bulan Bintang itu pun mengungkit soal kubu Anies-Muhaimin yang tak keberatan saat Gibran dicalonkan sebagai cawapres Prabowo.
"Bahkan Anies ucapkan selamat pada Prabowo-Gibran atas pencalonannya. Baik Anies-Muhaimin maupun Ganjar-Mahfud terlibat aktif dalam debat capres bersama Prabowo-Gibran dan ditonton jutaan rakyat melalui TV. Baru setelah kalah pilpres teriak-teriak Gibran tidak sah."
"Memang ada yang menolak keabsahan Prabowo-Gibran ke Pengadilan Negeri dan PTUN, tetapi yang mengajukannya pihak lain, bukan Anies maupun Ganjar," tegas Yusril.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani)