Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Juru Bicara Ahli Waris Lahan Sriwedari, Jaka Irwanta, melaporkan Mantan Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kenapa ahli waris justru melaporkan FX Rudy, bukan Jokowi atau Gibran Rakabuming Raka?
Padahal keduanya mantan Wali Kota Solo dan pernah memperjuangkan hak lahan Sriwedari jatuh ke Pemkot Solo.
Baca juga: Belum Genap Seminggu, FX Rudy Dilaporkan dalam 2 Kasus Berbeda, Terbaru soal Lahan Sriwedari Solo
Soal hal itu, Jaka berdalih belum memiliki bukti konkret untuk melaporkan kedua Mantan Wali Kota Solo tersebut.
Berbeda dengan masa kepemimpinan FX Rudy yang membangun Museum Keris dan Lahan Sriwedari.
"Kalau pada saat Pak Jokowi belum menemukan bukti yang konkret pembangunan di Sriwedari,” jelas Jaka Irwanta.
Dia diketahui, melayangkan laporan ke KPK pada 4 September 2024 lalu.
Menurutnya laporan ini akan segera ditindaklanjuti.
Baca juga: Sidang di PN Sukoharjo Jateng, 3 Terdakwa Pembunuh Serlina Disangkakan Pasal Pembunuhan Berencana
"Kami tentunya melakukan pelaporan dengan datang ke sana. Dimintakan laporan dan bukti. Tindak lanjutnya kami akan dihubungi untuk pemeriksaan awal. Kami ajukan 4 September 2024,” tuturnya.
Selain melaporkan FX Rudy, pihaknya juga melaporkan Mantan Kepala BPN Sriyono yang menurutnya telah merekayasa Surat Hak Pakai (SHP) 40 dan 41 untuk menggantikan SHP 11 dan 15 yang telah dibatalkan.
Ada pula pihak yang dilaporkan yakni Panitia Pembangunan Masjid Sriwedari.
"Yang kami laporkan Wali Kota Surakarta pada saat pembangunan Masjid Sriwedari dan Museum Keris. Kami melaporkan Kepala BPN Pak Sriyono. Kami melaporkan panitia pembangunan masjid,” jelasnya.
Menurutnya, SHP 40 dan 41 ini adalah hasil rekayasa dan semestinya batal demi hukum.
Baca juga: Duduk Perkara Sengketa Lahan Sriwedari Antara Pemkot Solo vs Ahli Waris, Berujung FX Rudy Dilaporkan
Hal inilah yang menjadi dasar pengangkatan sita eksekusi pada Desember 2023 lalu sehingga membuat Pemerintah Kota Solo menguasai lahan Sriwedari hingga kini.
“Pak Sriyono menerbitkan sertifikat dimana sertifikat sebelumnya dibatalkan. BPN sudah mencabut. Tapi kenapa menerbitkan sertifikat baru. Perbuatan tersebut menentang Undang-Undang,” tuturnya.
Selain itu, menurutnya berbagai bentuk pungutan yang dilakukan dengan memanfaatkan aset ini melanggar hukum.
Karena Pemerintah Kota Solo tidak memiliki hak atas penguasaan lahan ini, pungutan menurutnya termasuk penyalahgunaan wewenang dan pungutan liar.
“Itu adalah pungutan liar. Karena hak atas tanah bukan milik Pemkot. Tapi kenapa mengambil uang sewa dari pada pedagang. Dasar hukumnya nggak ada. Bisa dikatakan penyalahgunaan wewenang atau pungutan liar itu masuk kategori korupsi,” jelasnya.
Baca juga: Gladi Resik Jelang Pelantikan 45 Caleg Terpilih DPRD Sukoharjo, 3 Orang Mengundurkan Diri
Dimenangkan di Era Gibran
Diketahui, sengketa kepemilikan lahan di kawasan Sriwedari, Kota Solo, Jawa Tengah, yang telah berlangsung puluhan tahun akhirnya selesai ketika Gibran menjabat jadi Wali Kota Solo.
Setelah beberapa dekade, sita eksekusi atas tanah bersengketa itu dibatalkan oleh Pengadilan Negeri Kota Surakarta.
Pembatalan sita eksekusi itu ditandai dengan pembacaan berita acara pengangkatan sita eksekusi atas lahan Sriwedari oleh juru sita Pengadilan Negeri Surakarta, Sumardi, Rabu (6/12/2023), di kawasan Taman Sriwedari.
Turut hadir dalam pembacaan berita acara tersebut Wakil Wali Kota Surakarta Teguh Prakosa, Sekretaris Daerah Kota Surakarta Budi Murtono, dan Panitera Pengadilan Negeri Kota Surakarta Asep Dedi Suwasta.
”Penyitaan terhadap obyek (lahan) Sriwedari ini dilepaskan dari beban apa pun juga. Jadi, sita eksekusinya sudah selesai dan bisa digunakan oleh pemerintah daerah sebagaimana mestinya terhitung hari ini,” ujar Asep kala itu.
Untuk informasi, di dalam lahan Sriwedari yang jadi rebutan Pemkot Solo dan ahli waris ada Stadion Sriwedari, Museum Keris, Museum Radya Pustaka, Graha Wisata Niaga, hingga Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Solo.