Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Wonogiri

Gas Melon di Wonogiri Dijual Lebih Mahal dari HET Pemerintah Rp18 Ribu, Ini Biang Keroknya!

Harga gas melon di Wonogiri yang dijual ke konsumen ternyata lebih tinggi dibandingkan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

TribunSolo.com/Zharfan Muhana
Ilustrasi tabung gas 3 kg atau gas melon. 

Laporan Wartawan TribunSolo, Erlangga Bima 

TRIBUNSOLO.COM, WONOGIRI - Harga gas LPG 3 kilogram atau gas melon yang dijual ke konsumen ternyata lebih tinggi dibandingkan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

Dalam Keputusan Gubernur Jateng Nomor 540/20 Tahun 2024, dijelaskan bahwa HET gas 3 kilogram dari pangkalan ke tangan konsumen adalah Rp 18 ribu.

Sementara di Wonogiri, banyak konsumen yang membeli gas 3 kilogram itu seharga lebih dari HET, misalnya Rp 20 ribu untuk satu tabung.

Ternyata, hal itu diakibatkan banyaknya pengecer gas 3 kilogram itu di Wonogiri. Padahal, rantai distribusi gas ke konsumen hanya sampai pangkalan.

Pada Kamis (17/10/2024) agen dan pemilik pangkalan gas melon berkumpul di Pendopo Rumah Dinas Bupati Wonogiri, salah satunya membahas soal regulasi pengecer gas melon ke masyarakat.

Bupati Wonogiri, Joko Sutopo, mengatakan keberadaan para pengecer itu otomatis membuat harga jual gas 3 kilogram ke masyarakat semakin tinggi.

"Riil di lapangan kan masih ada pihak lain yang masuk pada kualifikasi pengecer. Lha ini statusnya sebagai apa, disatu sisi kan ada HET," jelasnya.

Baca juga: Seluruh RT-RW & Kades di Wonogiri Dibina soal Pengelolaan Keuangan Desa, Ada Temuan Penyimpangan?

Bupati mengatakan harus ada status atau legalitas pengecer. Sebab, menurutnya kementrian terkait sudah mengatur tata niaga gas LPG berhenti di agen dan pangkalan.

Sementara itu, jika pengecer dihapuskan, menurutnya kondisi itu sulit diterapkan di lapangan, sebab menyangkut masalah distribusi ke konsumen atau masyarakat.

"Ini (pengecer) segera diakomodir. (Kalau pengecer dihapus?) Akan sangat sulit di lapangan. Ini bicara distribusi, mungkin karena domisili, geografis dan yang lain. Pangkalan kan berada di area kota," ujarnya.

Jekek, begitu sapaanya, menilai pengecer berperan mendekatkan konsumen sehingga perlu segera diakomodir. Karena pengecer menjadi bagian reseller gas melon, maka statusnya harus diperjelas.

"Harus terakomodir dalam sistem. Kita usulkan pangkalan itu teritorial dusun, sangat mungkin, berbasis IT. Kalau sudah begitu kan terkontrol, misalnya ada kuota 100 tabung, yang ambil siapa? Ya NIK yang ada di lingkungan, di luar itu tidak boleh," paparnya.

Dia mencontohkan, kuota 100 persen LPG di Wonogiri terbagi ke 19 agen. Dari 19 agen itu terdistribusi ke 1.487 pangkalan. Namun harus ditata, jangan sampai mengerucut ke tempat-tempat ramai saja.

"Ada satu toko dari dua pangkalan dari dua agen, gimana ceritanya? Itu tinggal redistribusi saja, misalnya dari sini digeser ke sana. Kalau kuota kan tidak ada perubahan, ajeg mawon. Tinggal 19 agen itu tanggung jawab distribusi sampai titik terluar Wonogiri," kata Jekek.

Atas dasar itu, pengecer perlu mendapat regulasi yang jelas. Sebab pengecer pasti mendistribusikan gas ke masyarakat dengan harga diatas HET, yang mana merupakan pelanggaran. 

Dengan begitu, imbuh Jekek, problem gas melon sampai ke tangan masyarakat diatas HET tidak terjadi dengan adanya pengecer.

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved