Laporan Wartawan TribunSolo.com, Anang Ma'ruf
TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - Terdakwa kasus pemalsuan dokumen, Ikhsan Nur Rasyidin (32) divonis 2 tahun 6 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sukoharjo, Selasa (3/6/2025). ,
Vonis tersebut dibacakan dalam sidang putusan yang dipimpin oleh Hakim Ketua Candra Nurendra.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan Ikhsan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen sebagaimana diatur dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP.
"Terdakwa dinyatakan bersalah membuat atau memalsukan dokumen yang menimbulkan kerugian bagi orang lain," ujar hakim Candra dalam sidang.
Ikhsan diketahui memalsukan sejumlah dokumen penting demi bisa menikahi seorang perempuan berinisial EAP (23), meski saat itu ia sudah memiliki istri dan anak.
Dokumen yang dipalsukan antara lain KTP, Kartu Keluarga (KK), akta kelahiran, ijazah, hingga surat pengantar nikah.
Majelis hakim menilai, perbuatan terdakwa telah merugikan banyak pihak, termasuk korban EAP, keluarga korban, serta sejumlah instansi seperti Dukcapil dan KUA.
Baca juga: Pria Ngaku PNS Demi Nikahi Wanita di Sukoharjo Dituntut Bui 3 Tahun, JPU Ungkap Hal yang Meringankan
Namun, dalam pertimbangannya, hakim menyebut ada hal-hal yang meringankan terdakwa, yakni bersikap kooperatif selama persidangan, sopan, dan belum pernah dihukum sebelumnya.
Vonis ini lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Choirul Saleh yang pada persidangan 15 Mei 2025 lalu menuntut Ikhsan dengan hukuman 3 tahun penjara.
"Majelis hakim menjatuhkan vonis 2 tahun 6 bulan, lebih rendah 6 bulan dari tuntutan kami," ujar Choirul usai sidang, Selasa (3/6/2025).
Menurutnya, pihak JPU masih menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut dan akan melaporkannya terlebih dahulu ke pimpinan untuk menentukan langkah selanjutnya.
"Analisa yuridis majelis hakim sebenarnya sudah sesuai dengan dakwaan kami. Namun, pidananya memang sedikit lebih rendah. Kami masih punya waktu tujuh hari untuk menyatakan sikap," tambah Choirul.
Ia juga menegaskan, dalam persidangan terdakwa secara terang-terangan mengakui semua dokumen palsu dibuat sendiri menggunakan aplikasi di laptop dan ponsel, serta mencetaknya di tempat fotokopi.
"Ini murni dari pengakuan terdakwa sendiri, tidak melibatkan pihak lain. Tapi dampaknya cukup besar, merugikan banyak pihak dan sempat viral di masyarakat," pungkasnya. (*)