Laporan Wartawan TribunSolo.com, Tri Widodo
TRIBUNSOLO.COM, BOYOLALI - Janu Setiawan (41) tak pernah menyangka bahwa langkah kecil yang ia ambil belasan tahun silam akan membawanya ke puncak kesuksesan sebagai pengrajin rebana.
Dari mulai menjajakan bubur ayam hingga mengekspor rebana ke Malaysia, perjalanan Janu adalah kisah jatuh bangun penuh tekad dan semangat yang tak pernah padam.
Usaha rebana yang kini dia kelola di bawah nama Rebana Centre Boyolali mencatat omzet mengesankan, mencapai Rp 200 juta per bulan.
Produk-produknya tidak hanya diminati pasar lokal, tetapi juga telah menembus pasar mancanegara. Namun, keberhasilan ini bukan datang dalam semalam.
Baca juga: Kisah Pengusaha UMKM Janu Setiawan dari Boyolali: Dulu Pedagang Keliling, Kini Sukses Ekspor Rebana
Latar belakang Janu bukan dari keluarga pengrajin.
Ia memulai hidup dari nol sebagai pedagang keliling, menjual bubur ayam, es dawet, hingga buku, sarung, dan pakaian.
Titik balik hidupnya datang dari arah yang tak terduga, permintaan seorang kyai di kampung halamannya.
“Saat itu, kyai resah karena banyak pemuda merantau dan meninggalkan kegiatan keagamaan. Beliau ingin kami tetap aktif dengan cara produktif, maka muncullah ide membuat rebana,” cerita Janu.
Bersama beberapa pemuda lain, Janu mulai belajar membuat rebana dari nol: mulai dari membubut kayu, memasang kulit, hingga proses finishing. Namun, perjalanan kelompok ini tak bertahan lama.
Pahitnya Konflik Internal
"Baru jalan 1 sampai 3 bulan, sudah muncul masalah soal pembagian hasil,” ungkapnya.
Konflik internal membuat kelompok bubar, dan proyek rebana sempat terhenti. Tapi di saat yang lain menyerah, Janu justru memilih bertahan.
"Waktu itu saya pikir, ini bukan cuma soal usaha, tapi juga nama baik kampung dan amanah jemaah,” ujarnya mantap.
Ia pun memutuskan belajar lebih dalam ke Jepara, sentra pengrajin rebana dan alat musik tradisional.
Baca juga: Cara Membuat Rebana di Desa Bendan Boyolali, Bahannya dari Kayu Mahoni dan Kulit Kambing Betina
Di sana, ia menyerap ilmu langsung dari para ahlinya, mulai dari teknik produksi hingga pengelolaan usaha.
Dengan bekal pengetahuan dari Jepara, Janu mulai membangun usahanya sendiri. Ia mengambil keputusan strategis untuk membeli bahan kayu yang sudah dibentuk agar bisa lebih fokus pada kualitas produk.
Namun, jalan tak selalu mulus. Ia pernah mengalami kerugian karena kulit rebana pecah saat proses press.
“Dulu sering gagal. Tapi saya belajar dari setiap kesalahan. Yang penting tetap jujur dan tidak mengecewakan pelanggan,” katanya.
Janu juga menyadari pentingnya dunia digital. Meski awalnya buta teknologi, ia mulai belajar pemasaran online, bergabung di marketplace, dan memanfaatkan media sosial untuk promosi.
Usaha dan kerja keras itu kini membuahkan hasil. Rebana Centre Boyolali menjadi salah satu sentra produksi rebana paling dikenal di Jawa Tengah.
Pesanan datang dari berbagai daerah, bahkan menembus pasar luar negeri seperti Malaysia.
Bagi Janu, kesuksesan bukan hanya soal omzet.
Lebih dari itu, ini adalah pembuktian bahwa ketekunan dan kejujuran adalah fondasi utama dalam membangun usaha dari nol.
"Saya ingin usaha ini bisa memberdayakan warga sekitar, terutama anak muda. Supaya mereka bangga dengan produk kampung sendiri,” pungkasnya.
Baca juga: OLEH-OLEH Khas Air Terjun Jumog Karanganyar, Ada Banyak Pilihan Produk UMKM dari Warga Berjo
(*)