Kejagung Tangkap Iwan Setiawan Lukminto

Kasus Korupsi Sritex Sebabkan Kerugian Negara Rp 1,08 Triliun, Begini Modus Operandinya

Penulis: Tribun Network
Editor: Hanang Yuwono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

SUASANA PABRIK SRITEX. Lima hari setelah PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) Sukoharjo resmi tutup permanen, suasana di sekitar pabrik kini tampak lengang dan sepi, Selasa (4/3/2025). Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit bank kepada PT. Sri Rejeki Isman (Sritex) melonjak drastis menjadi lebih dari Rp1 triliun dalam keterangannya pada Selasa (22/7/2025) dini hari.

TRIBUNSOLO.COM - Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit bank kepada PT. Sri Rejeki Isman (Sritex) melonjak drastis menjadi lebih dari Rp1 triliun.

"Kerugian negara dari pemberian kredit ini kurang lebih sebesar Rp1.088.650.808.028," kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, dalam keterangannya pada Selasa (22/7/2025) dini hari.

Menurut Nurcahyo, perhitungan nilai kerugian tersebut masih dalam proses audit resmi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.

Angka terbaru ini menunjukkan adanya penambahan signifikan dibandingkan temuan sebelumnya.

Baca juga: Bos Sritex Sukoharjo Diperiksa Kejagung: 3 Jam, Dicecar 10 Pertanyaan

Sebelumnya, Kejagung menyebut kerugian negara akibat perkara ini sekitar Rp692,9 miliar dari total nilai kredit outstanding sebesar Rp3,58 triliun.

Seiring berkembangnya penyidikan, Kejagung menetapkan delapan tersangka baru yang berasal dari kalangan internal Sritex dan sejumlah pejabat bank yang terlibat dalam proses pemberian kredit.

Berikut nama-nama tersangka yang telah diumumkan:

  1. Allan Moran Severino (AMS) – Direktur Keuangan PT Sritex periode 2006–2023
  2. Babay Farid Wazadi (BFW) – Direktur Kredit UMKM & Direktur Keuangan Bank DKI (2019–2022)
  3. Pramono Sigit (PS) – Direktur Teknologi Operasional Bank DKI (2015–2021)
  4. Yuddy Renaldi (YR) – Direktur Utama Bank BJB (2019–Maret 2025)
  5. Benny Riswandi (BR) – SEVP Bisnis Bank BJB (2019–2023)
  6. Supriyatno (SP) – Direktur Utama Bank Jateng (2014–2023)
  7. Pujiono (PJ) – Direktur Bisnis Korporasi dan Komersial Bank Jateng (2017–2020)
  8. Suldiarta (SD) – Kepala Divisi Bisnis Korporasi dan Komersial Bank Jateng (2018–2020)

Baca juga: 72 Mobil Milik Sritex Disita Kejagung, Kuasa Hukum Eks Karyawan Singgung Menghambat Proses Lelang

Status Penahanan

Dari delapan tersangka tersebut, tujuh orang langsung ditahan di Rumah Tahanan (Rutan).

ementara satu tersangka, Yuddy Renaldi, dikenakan status tahanan kota karena alasan kesehatan.

Penyidikan kasus ini diperkirakan akan terus berkembang seiring dengan audit lanjutan dan pendalaman aliran dana dalam pemberian kredit jumbo kepada Sritex.

BOS SRITEX TERSANGKA - Komisaris Utama (Komut) PT Sri Rejeki Isman (Sritex), Iwan Setiawan Lukminto ditetapkan tersangka dugaan korupsi oleh Kejagung, Rabu (20/5/2025). (Kolase Tribunnews/ https://www.sritex.co.id// Tribunnews-Jeprima)

Kronologi Kasus Korupsi Sritex

Kasus korupsi yang dilakukan Sritex terungkap setelah Kejaksaan Agung Republik Indonesia menangkap Komisaris Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Iwan Setiawan Lukminto, di Solo, Selasa, 20 Mei 2025.

Penangkapan ini dikonfirmasi oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, Rabu (21/5/2025).

Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menyelidiki kasus dugaan korupsi pemberian kredit kepada Sritex sejak 25 Oktober 2024, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-62/F.2/Fd2/10/2024.

Penyidikan kemudian diperkuat dengan surat kedua yang dikeluarkan pada 20 Maret 2025.

Kasus ini menyeret sejumlah bank pelat merah sebagai kreditur utama Sritex.

Baca juga: Dalih Bos Sritex Simpan Uang Rp2 M di Rumah Solo: Demi Uang Sekolah Anak, Takut Saldo di Bank Hangus

Berdasarkan data dari tim kurator, total utang Sritex kepada keempat bank tersebut mencapai Rp4,2 triliun, dengan rincian sebagai berikut:

Dari sisi total piutang, daftar piutang tetap yang ditetapkan kurator per 30 Januari 2025 mencatat nilai sebesar Rp29,8 triliun dari 1.654 kreditur.

Tak hanya Kejagung, Bareskrim Polri juga sempat melakukan penyelidikan terhadap kasus serupa setelah Sritex dinyatakan pailit pada 21 Oktober 2024.

Dalam laporan informasi yang diperoleh, penyidik menduga adanya sejumlah pelanggaran, antara lain:

  • Pemalsuan dokumen dalam pengajuan kredit
  • Penggelembungan nilai piutang
  • Penggunaan agunan ganda
  • Penyaluran kredit yang tidak sesuai dengan peruntukannya
  • Dugaan pencucian uang (TPPU) atas dana hasil pencairan kredit

Polisi menyebut potensi kerugian dari praktik ini mencapai Rp19,96 triliun, dan proses hukum sempat menyentuh pihak Bank Permata dan Bank Muamalat sebagai kreditur lainnya.

Pasal-pasal yang disangkakan dalam penyelidikan Bareskrim meliputi:

  • Pasal 372 dan 263 KUHP (penggelapan dan pemalsuan dokumen)
  • Pasal 3, 4, 5, dan 10 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

Sejarah Sritex dari Raksasa Tekstil Indonesia, Lalu Pailit, dan Terjerat Korupsi

Sritex, salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, dinyatakan pailit dan resmi berhenti beroperasi pada 1 Maret 2025.

Saat ini, seluruh aset perusahaan telah berada di bawah pengawasan kurator pailit.

Baca juga: Teka-teki Uang Rp2 M yang Kejagung Sita dari Kediaman Bos Sritex di Solo, Disimpan di Plastik Merah

Sritex berawal dari usaha sederhana yang dirintis oleh almarhum H. Muhammad Lukminto pada tahun 1966.

Usaha bernama UD Sri Rejeki ini berdiri di Pasar Klewer, Kota Solo, dan berfokus pada penjualan kain.

Seiring waktu, bisnisnya berkembang pesat dan Lukminto mampu mendirikan pabrik tekstil yang kelak menjelma menjadi konglomerasi besar.

Pabrik utama Sritex berdiri megah di Jalan Samanhudi, Sukoharjo, Jawa Tengah, mencakup seluruh rantai industri tekstil, mulai dari benang (rayon, katun, poliester), kain mentah, kain jadi, hingga garmen dan pakaian jadi.

Sejak 2018, Sritex mengelola empat lini utama bisnis:

  1. Pemintalan: Kapasitas 1,1 juta bal benang per tahun
  2. Penenunan: 180 ribu meter kain per tahun
  3. Pencelupan dan Pencetakan: 240 juta yard per tahun
  4. Garmen: 28 juta potong pakaian jadi per tahun

Kantor pusatnya di Jakarta juga berdiri megah di Jalan Wahid Hasyim No. 147, menandakan posisi Sritex sebagai pemain utama industri tekstil nasional.

Puncak Kejayaan: Seragam NATO dan Pandemi

Sritex pernah menjadi kebanggaan nasional ketika dipercaya sebagai salah satu pemasok seragam militer untuk NATO, termasuk Angkatan Bersenjata Jerman dan Inggris.

Harian Kompas edisi 21 Desember 1998 mencatat bahwa Sritex mendapat pesanan lebih dari 1 juta PS (peach stell) dari Jerman dan 400 ribu PS dari Inggris.

Negara lain seperti Papua Nugini dan Kantor Pos Jerman juga tercatat sebagai pelanggan.

Di masa pandemi COVID-19, Sritex dengan cepat memproduksi jutaan masker kain, memanfaatkan kapasitas produksi dan reputasi global yang dimilikinya.

Jaya di Era Orde Baru

Sukses Sritex juga tak lepas dari kedekatan Muhammad Lukminto dengan Presiden Soeharto di era Orde Baru.

Tahun 1976, pabrik tekstil ini mendapat fasilitas Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan menjadi penyedia utama seragam bagi ASN, TNI, dan Polri.

Puncak keistimewaan terjadi pada 1992, ketika Soeharto meresmikan perluasan pabrik Sritex bersamaan dengan pengembangan 275 usaha kelompok aneka industri di Sukoharjo.

Namun masa kejayaan itu kini tinggal sejarah. Sritex resmi dinyatakan pailit pada 1 Maret 2025, setelah terbelit utang triliunan rupiah kepada lebih dari 1.600 kreditur.

Seluruh asetnya kini dikelola oleh kurator, dan perusahaan tidak lagi beroperasi secara normal.

Artikel ini diolah dari Kompas.tv dengan judul Kerugian Negara Akibat Kasus Korupsi Kredit Sritex Capai Rp 1,08 Triliun dan Kompas.com dengan judul Sejarah Sritex, Raja Kain Era Orde Baru yang Kini Pailit

Berita Terkini