TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Kota Solo, Jawa Tengah, dikenal sebagai negeri dengan keberagaman kuliner yang begitu kaya.
Dari sajian lezat hingga ekstrem, semua menjadi bagian dari warisan budaya yang mengakar kuat.
Salah satu makanan ekstrem yang belakangan kembali menjadi sorotan adalah saren juga dikenal sebagai dideh, marus, atau bahkan tahu nggrosor.
Baca juga: Sejarah Langgar Merdeka Laweyan Solo: dari Rumah Bekas Penjual Candu Menjadi Pusat Syiar Islam
Kuliner yang berbahan dasar darah hewan ini bukan hanya unik dari segi rasa, tetapi juga menyimpan sejarah panjang dalam budaya kuliner masyarakat Jawa, khususnya di wilayah Solo, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Apa Itu Saren?
Saren adalah olahan darah sapi, kerbau, atau ayam yang dimasak hingga mengental dan mengeras, biasanya melalui proses pengukusan.
Setelah disaring untuk menghilangkan kotoran atau gumpalan kasar, darah tersebut kemudian dikukus dan dibentuk menyerupai balok.
Secara tampilan, saren memiliki warna hitam kemerahan, mirip hati sapi, namun teksturnya lembut seperti tahu bacem dan lebih berongga.
Baca juga: Sejarah Pabrik Gula Tasikmadu Karanganyar Berusia Lebih dari 1 Abad, Bakal Dibuka Lagi Tahun 2027
Karena itulah, di beberapa daerah makanan ini juga disebut tahu ati atau tahu nggrosor, terutama di kawasan Segoroyoso.
Dari segi rasa, saren memiliki cita rasa gurih dan manis, menyerupai perpaduan antara hati dan daging setengah matang.
Banyak yang menyebutnya sebagai makanan nostalgia masa kecil yang kini mulai langka ditemukan di pasar tradisional maupun warung angkringan.
Variasi Olahan Saren di Berbagai Daerah
Saren sangat fleksibel dalam pengolahannya dan bisa diadaptasi dalam berbagai masakan:
- Sate Saren – dipotong kecil, dibakar, dan disajikan dengan sambal atau kecap.
- Opor Saren – dimasukkan ke dalam kuah opor kuning seperti layaknya daging.