Klaten Bersinar

Sejarah Panjang Gerabah Melikan Klaten Jadi Sentra Kerajinan, Sudah Ada Sejak Tahun 1901

TRIBUNSOLO.COM/Ibnu DT
MASUK NOMINASI - Gerabah Melikan masuk dalam nominasi Anugerah Pesona Indonesia (API) 2025. Produk kerajinan khas Klaten itu masuk nominasi kategori Cendera Mata. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ibnu Dwi Tamtomo

TRIBUNSOLO.COM, KLATEN – Gerabah Desa Melikan, Kecamatan Wedi, Klaten, telah menjadi warisan budaya turun-temurun yang ada lebih dari satu abad lalu. 

Sejak tahun 1901, desa ini dikenal sebagai sentra produksi gerabah yang masih bertahan hingga kini.

Waris Hartono (45), pengrajin sekaligus pelaku usaha gerabah di Dukuh Jurangjero, menceritakan bahwa produksi gerabah di wilayahnya terus berkembang mengikuti kebutuhan zaman.

Baca juga: Pemkab Klaten Ajak Masyarakat Dukung Gerabah Melikan di Ajang API 2025 Kategori Cendera Mata

“Secara umum gerabah di Desa Melikan kisaran tahun 1901 sampai sekarang. Dari cerita turun-temurun dijelaskan bahwa Desa Melikan ini memang sentra pengrajin gerabah,” kata Waris, yang akrab disapa Lek Waris.

Menurutnya, perkembangan gerabah berlangsung bertahap.

Dimulai pada awal tahun 80, kualitas gerabah mulai meningkat meski model masih terbatas. Gerabah saat itu diproduksi untuk kebutuhan fungsional masyarakat.

“Karena saat itu pengembangan dilakukan berdasarkan model yang diminati masyarakat atau yang laku. Sementara secara fungsional untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, pengembangan model gerabah dimulai sekira tahun 80-an. Sepertinya celengan, kendi, tempat ari-ari, tempat sesaji dan lain sebagainya,” jelasnya.

Memasuki tahun 1990-an, perkembangan desain semakin terasa.

Gerabah menjadi lebih halus, bentuknya semakin cantik, dan variasi model bertambah. Namun, perubahan paling signifikan terjadi pascagempa 2006.

“Pengembang paling terasa atau paling banyak setelah gempa tahun 2006 sampai sekarang. Mulai dari dinner set, kitchen set, sampai ke hiasan interior eksterior hingga suvenir ada,” tambahnya.

Baca juga: Kisah Lek Waris di Melikan Klaten Poles Gerabah Jadi Seni, Nilai Jual Naik hingga Lima Kali Lipat

Kini, industri gerabah di Desa Melikan tak hanya bertahan, tetapi juga menjadi sumber penghidupan utama bagi masyarakat.

Di Dukuh Pagerjurang saja, ada lebih dari 150 hingga 200 kepala keluarga yang menggantungkan hidup dari gerabah.

“Kalau dipersentase sekitar 80 persen warga Desa Melikan bekerja dalam industri gerabah. Baik itu pengadaan bahan baku sampai ke penjualan,” ujar Lek Waris.

Regenerasi pengrajin juga masih terjaga. Tidak sedikit anak muda ikut melanjutkan tradisi ini selepas lulus sekolah.

“Untuk usia pelaku usaha mulai usia produktif sampai 50-an. Sedangkan untuk regenerasi pengrajin yang paling muda sekira umur 20-an atau selepas lulus SMA,” ucapnya.

Lebih dari sekadar produk, gerabah Melikan menjadi saksi perjalanan budaya dan ekonomi warga setempat.

Keberadaannya hingga kini menunjukkan bahwa tradisi bisa tetap hidup di tengah modernisasi, asalkan ada inovasi dan semangat untuk melestarikan. 

Baca juga: Pusat Kerajinan Gerabah di Desa Melikan Klaten, Omzet Para Pengrajin Sempat Melejit Saat Pandemi

(*)