Raja Keraton Solo Meninggal Dunia

Sosok Tedjowulan yang Klaim Jadi Ad Interim Gantikan PB XIII, Pernah Dinas di Kodam Siliwangi

Namun, di balik suasana berkabung, muncul kembali dinamika lama terkait suksesi takhta di Keraton Solo.

Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
TribunSolo.com / Ahmad Syarifudin
SUKSESI RAJA - Maha Menteri Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Kanjeng Gusti Panembahan Agung Tedjowulan, ditemui Rabu (5/11/2025). Ia mengklaim diri sebagai pelaksana tugas atau ad interim pengganti Pakubuwono XIII. 

Ringkasan Berita:
  • Wafatnya SISKS Pakubuwono XIII membuka kembali konflik internal Keraton Solo terkait suksesi takhta.
  • Adiknya, KGPHPA Tedjowulan, ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Raja berdasarkan SK Mendagri 2017, sambil menunggu musyawarah keluarga.
  • Tedjowulan menyerukan proses damai dan hati-hati, menegaskan belum ada raja baru sah meski muncul klaim dari pihak lain.

 

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Wafatnya Raja Keraton Kasunanan Surakarta, SISKS Pakubuwono XIII (PB XIII), pada Minggu (2/11/2025) menorehkan duka mendalam bagi masyarakat adat dan keluarga besar keraton.

Namun, di balik suasana berkabung, muncul kembali dinamika lama terkait suksesi takhta di Keraton Solo.

Sosok Kanjeng Gusti Pangeran Harya Panembahan Agung (KGPHPA) Tedjowulan, adik mendiang PB XIII sekaligus Mahamenteri Keraton, menyatakan diri sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Raja hingga raja baru ditetapkan secara resmi.

Baca juga: Sosok Pengangkat Peti Jenazah Raja Keraton Solo PB XIII: Anggota TNI-Polri

Sosok Tedjowulan: Adik Raja dan Mantan “Raja Kembar”

Tedjowulan, lahir 3 Agustus 1954, merupakan putra kelima Pakubuwono XII.

Ia merupakan purnawirawan TNI AD berpangkat Kolonel dan pernah berdinas di Kodam Siliwangi serta Mabes TNI.

Berdasarkan SK Mendagri No. 430-2933 Tahun 2017, ia menjabat sebagai Mahamenteri, posisi tertinggi kedua setelah raja.

Namanya lekat dengan peristiwa “raja kembar” pasca wafatnya PB XII pada 2004, saat ia dan KGPH Hangabehi sama-sama dinobatkan sebagai PB XIII.

Baca juga: SOSOK KGPH Purboyo Putra Pakubuwono XIII dari Kanjeng Ratu Asih Winarni

Dualisme ini berlangsung hingga 2012, sebelum pemerintah mengakui Hangabehi sebagai raja sah dan Tedjowulan sebagai Mahamenteri.

Ketegangan Lama Muncul Lagi

Setelah PB XIII wafat, Tedjowulan memilih tidak menghadiri prosesi pemakaman di dalam kompleks keraton dan menunggu di Loji Gandrung, tempat pemberangkatan jenazah.

Keputusannya disebut sebagai bentuk penghormatan dan tanggung jawab simbolik.

Ia menegaskan pentingnya menjaga kerukunan dan meminta agar suksesi dilakukan berdasarkan hukum dan musyawarah keluarga.

“Kalau terus ribut, bisa diambil alih pemerintah. Saya hadir di sini untuk menjaga ketertiban,” ujarnya.

Baca juga: Tedjowulan Klaim Dapat Tugas Jadi Ad Interim Gantikan PB XIII : Bukan Raja Definitif Keraton Solo

Ambil Alih Sebagai Pelaksana Tugas

Melalui juru bicaranya, KP Bambang Pradotonagoro, Tedjowulan menjelaskan bahwa ia tidak mengklaim diri sebagai raja definitif, melainkan caretaker atau pelaksana tugas sesuai SK Mendagri.

Langkah ini disebut pernah dilakukan dalam masa transisi sebelumnya di era Pakubuwono VII dan VIII.

Bambang juga menanggapi klaim KGPAA Hamangkunegoro yang menyebut dirinya telah berdiri sebagai PB XIV di hadapan jenazah ayahnya.

Menurutnya, hal itu terlalu dini dan belum dibicarakan dengan seluruh keluarga besar.

“Belum pernah ada preseden di mana raja baru diangkat seketika setelah sinuhun wafat. Biasanya, prosesnya dibahas setelah masa berkabung,” ujar Bambang.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved