Sejarah Kuliner Legendaris
Sejarah Rempeyek, Camilan Populer di Solo Raya yang Ternyata Sudah Dikenal Sejak Abad ke-16
Rempeyek adalah camilan berbahan dasar tepung beras yang digoreng pipih bersama kacang tanah, kedelai, ebi, teri, atau isian lain.
Penulis: Tribun Network | Editor: Hanang Yuwono
Ringkasan Berita:
- Rempeyek adalah camilan renyah khas Jawa yang sudah dikenal sejak abad ke-16 dan tercatat dalam Serat Centhini, dengan sejarah terkait perjalanan Ki Ageng Pamanahan.
- Terbuat dari tepung beras, bumbu, dan aneka isian seperti kacang, teri, udang, hingga bayam, rempeyek memiliki banyak variasi di berbagai daerah.
- Rempeyek menjadi bagian penting tradisi Jawa dan kini mudah ditemukan serta menjadi oleh-oleh populer termasuk di Solo.
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Rempeyek atau biasa disebut peyek merupakan camilan renyah yang populer di Solo Raya, Jawa Tengah.
Rempeyek adalah camilan berbahan dasar tepung beras yang digoreng pipih bersama kacang tanah, kedelai, ebi, teri, atau isian lain.
Hidangan gurih ini tak sekadar teman makan, tetapi juga bagian dari tradisi kuliner Jawa yang telah hidup selama berabad-abad.
Baca juga: Sejarah Semar Mendem, Jajanan Keraton yang Masih Eksis di Solo, Namanya Ternyata sebagai Pengingat
Asal Usul dan Jejak Sejarah
Rempeyek berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan dikenal sejak abad ke-16 pada masa Kesultanan Mataram.
Eksistensinya bahkan terdokumentasi dalam Serat Centhini, naskah penting abad ke-18 yang memuat berbagai praktik budaya dan kuliner Jawa.
Salah satu kisah yang kerap dikaitkan dengan kemunculan rempeyek adalah perjalanan Ki Ageng Pamanahan saat menjalankan perintah Sultan Hadiwijaya melakukan Bedhol Desa.
Dalam perjalanan menuju Alas Mentaok, rombongan dijamu oleh Ki Gede Karanglo di pinggir Kali Opak.
Menu yang disajikan kala itu adalah nasi putih, sayur pecel, sayur kenikir, dan peyek.
Baca juga: Sejarah Kerupuk Kaleng Bisa Sampai Solo : Dibawa Perantau Jawa Barat, Pernah jadi Simbol Kemelaratan
Dari momen inilah rempeyek mulai dikenal sebagai makanan pelengkap yang memberikan rasa gurih di tengah hidangan sederhana.
Selain versi historis Jawa, ada pula teori kuliner populer yang mengaitkan rempeyek dengan pengaruh budaya India dan Timur Tengah yang dibawa para pedagang asing.
Teknik “melempar” adonan ke minyak panas dianggap menjadi asal usul istilah rempeyek, yang diduga berasal dari kata dalam bahasa Jawa yang berarti “melempar”.
Etimologi dan Filosofi Rasa
Dalam bahasa Jawa, rempeyek berasal dari istilah “rêmpah” dan “jiyèk”, yang menggambarkan makanan gepeng dan lebar dengan tambahan rempah-rempah.
Kedua ciri ini melekat pada rempeyek hingga hari ini: bentuknya pipih, renyah, dan memiliki aroma rempah yang khas dari bawang putih, garam, serta daun jeruk.
Pembuatan dan Variasi di Solo
Secara umum, rempeyek dibuat dari campuran tepung beras, air, bumbu halus, dan daun jeruk. Adonan ini kemudian diberi isian seperti:
- kacang tanah atau kedelai,
- ikan teri, ebi, udang kecil,
- yutuk, jingking (kepiting kecil), atau laron,
- hingga variasi modern berbahan bayam dan kepiting.
Teknik memasaknya sederhana namun khas: adonan dilempar atau dituangkan tipis-tipis di pinggir wajan panas, membentuk lembaran tipis yang kemudian mengering menjadi renyah.
Setiap daerah di Indonesia memiliki variasi rempeyeknya sendiri.
Baca juga: Sejarah Dadar Gulung, Jajanan Legendaris Solo yang Ternyata Adaptasi Kuliner Romawi Tahun 1430 M
Di Solo dikenal rempeyek kacang, di Sumatra populer rempeyek udang, sementara di Sulawesi rempeyek teri menjadi favorit.
Menurut TribunSolo.com, rasa rempeyek di Solo sendiri cenderung asin, biasanya dijadikan lauk pendamping.
Meski demikian, rempeyek juga cocok dimakan langsung seperti makan keripik.
Makna Budaya dan Tradisi
Rempeyek bukan sekadar pelengkap makan atau camilan saat minum teh.
Di masyarakat Jawa, rempeyek memiliki tempat penting dalam upacara adat.
Hidangan ini sering disajikan dalam selametan bayi, khitanan, pernikahan, hingga tahlilan.
Rasanya yang gurih dianggap memberi penyeimbang dalam hidangan tradisional lainnya.
Kini rempeyek makin mudah ditemukan di berbagai tempat: warung makan, pasar tradisional, hingga pasar swalayan di Solo Raya.
Kepopulerannya yang berkelanjutan bahkan telah membuat rempeyek menjadi komoditas ekspor yang diminati di Amerika Serikat, Australia, Singapura, dan negara-negara lain.
Baca juga: Sejarah Mie Ayam : Kuliner yang Aslinya dari Tiongkok, Mulai Populer di Solo Raya pada 1980-an
Rekomendasi Tempat Membeli Rempeyek di Solo
Jika Tribuners sedang berada di Solo atau ingin membawa pulang rempeyek berkualitas sebagai oleh-oleh, berikut tiga lokasi yang dapat dikunjungi:
1. Toko Oleh-Oleh Era Jaya
Menawarkan berbagai camilan seperti abon sapi, serundeng, keripik, dan peyek dengan harga kompetitif.
Di samping toko juga terdapat kedai kopi untuk bersantai.
Alamat: Jl. Gatot Subroto No.132, Serengan.
Jam buka: 08.00–21.00 WIB.
2. Toko Oleh-Oleh Bu Jono
Cocok untuk membeli aneka camilan ringan dengan harga terjangkau, mulai dari abon hingga keripik paru dan manisan.
Alamat: Jl. Doktor Radjiman No.616, Laweyan.
Jam buka: 08.00–22.00 WIB.
3. Toko Oleh-Oleh Cokro
Tersedia peyek kacang, emping, abon, keripik, hingga kue basah seperti bakpia dengan harga bersahabat.
Alamat: Jl. Dr. Rajiman No.609, Laweyan.
Jam buka: 05.00–20.00 WIB.
(*)
| Sejarah Semar Mendem, Jajanan Keraton yang Masih Eksis di Solo, Namanya Ternyata sebagai Pengingat |
|
|---|
| Sejarah Kerupuk Kaleng Bisa Sampai Solo : Dibawa Perantau Jawa Barat, Pernah jadi Simbol Kemelaratan |
|
|---|
| Sejarah Jadah Manten, Sajian Khas Pernikahan atau Lamaran di Solo Raya, Dulu Resep Rahasia Keraton |
|
|---|
| Sejarah Dadar Gulung, Jajanan Legendaris Solo yang Ternyata Adaptasi Kuliner Romawi Tahun 1430 M |
|
|---|
| Sejarah Kimlo, Kuliner Legendaris Tionghoa-Indonesia yang jadi Inspirasi Lahirnya Timlo Khas Solo |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/solo/foto/bank/originals/resep-rempeyek-teri.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.