Teror Penembakan di Selandia Baru
Diadili, Teroris Penembak Masjid Selandia Baru Muncul di Ruang Sidang dengan Tangan Diborgol
Teroris penembak dua masjid di Christchurch, Selandia Baru, yang menewaskan 49 orang, dihadirkan di pengadilan, Sabtu (16/3/2019
TRIBUNSOLO.COM, WELLINGTON - Teroris penembak dua masjid di Christchurch, Selandia Baru, yang menewaskan 49 orang, dihadirkan di pengadilan, Sabtu (16/3/2019).
Brenton Tarrant, pria kelahiran Australia berusia 29 tahun, itu muncul di ruang sidang mengenakan seragam penghuni penjara berwarna putih dengan tangan diborgol.
Dia duduk diam saat hakim membacakan dakwaan pembunuhan terhadapnya.
Kemungkinan besar sederet dakwaan lain akan menyusul.
• Ditembak Berkali-kali di Masjid Al Noor Selandia Baru, Seorang WNI dalam Kondisi Kritis
Mantan pelatih kebugaran berideologi fasis itu menatap ke arah para jurnalis yang hadir di ruang sidang dalam proses yang tertutup untuk umum demi alasan keamanan itu.
Usai mendengarkan dakwaan dari hakim, Brenton tidak mengajukan pembebasan bersyarat hingga sidang berikutnya yang dijadwalkan pada 5 April mendatang.
Sementara luar gedung pengadilan dijaga pasukan polisi bersenjata lengkap, putra pria keturunan Afghanistan yang menjadi korban, Daoud Nabi (71), menuntut keadilan.
"Ini sudah keterlaluan, ini sudah luar akal sehat," kata dia.
• WNI Korban Penembakan di Masjid Selandia Baru Diketahui Pindah dari Yogyakarta 2 Bulan yang Lalu
Sementara itu, 42 orang masih dirawat di rumah sakit akibat luka-luka mereka, termasuk seorang bocah berusia empat tahun.
Sebelumnya diberitakan TribunSolo.com, PM Selandia Baru Jacinda Ardern mengatakan, seluruh korban tewas berasal dari negara-negara Islam seperti Turki, Bangladesh, Indonesia, dan Malaysia.
Stasiun televisi Al Arabiya mengabarkan satu warga Arab Saudi tewas dan lainnya terluka.
Sedangkan dua warga Jordania juga ada di antara korban tewas.
• Pelaku Penembakan di Masjid Selandia Baru adalah Warga Negara Australia
Sementara, pemerintah Pakistan mengatakan, lima warga negeri itu belum diketahui nasibnya.
PM Ardern langsung menyebut aksi penembakan massal ini sebagai serangan teroris dan sang pelaku membeli secara legal senjata yang dia gunakan dalam pembantaian itu.
"Pelaku adalah pemilik izin kepemilikan senjata yang sah sejak November 2017," katanya.
