Geliat Pembuat Alat Musik di Solo
Menengok Proses Pembuatan Gong di Desa Wirun yang Masih Manual Tanpa Alat Modern
Sekitar 5 kilometer dari timur Kota Solo terdapat sebuah desa yang dikenal sebagai sentra perajin gong dan gamelan.
Penulis: Fachri Sakti Nugroho | Editor: Sri Juliati
Setelah peleburan selesai, cairan campuran tembaga dan timah akan dibentuk menjadi lempengan.
"Lempengan tersebut akan ditempa, dipanasi, dipukuli berkali-kali hingga berbentuk seperti gong yang diinginkan," ungkap Ari.
Selanjutnya adalah proses finishing untuk memperhalus tekstur permukaan dan menyetel suara gong.
Pengaturan nada gamelan ini dilakukan secara manual sesuai insting pengrajin.
"Kami tidak sembarangan membentuk sebuah gong, karena bentuk dan ketebalannya menentukan jenis atau karakter suara gong," kata Ari.
Semua proses pembuatan gong dilakukan secara manual alias menggunakan tangan manusia, tanpa bantuan alat modern.
Tujuannya, menciptakan sebuah mahakarya gong yang memiliki suara jernih dan indah.
Dalam sehari, Ari dapat memproduksi satu buah gong.
Satu buah gong berdiameter 80 centimeter dijual Ari seharga Rp 10 juta.
Sementara untuk satu set lengkap gamelan perunggu dibanderol Rp 350 juta.
Mayoritas pembeli gong Ibu Ari berasal dari Pulau Bali.
(Tribun/Fachri Sakti Nugroho)