Idul Adha 2018
Idul Adha 1439 H, Bolehkah Menjual Kulit dan Kepala Hewan Kurban? Berikut Penjelasannya
Bukan tanpa risiko, akibat dari menjual kulit dan kepala hewan sebagaimana yang berlaku, bisa menjadikan kurban tersebut tidak sah.
Penulis: rika apriyanti | Editor: Hanang Yuwono
Berbeda dengan orang miskin, sebab ia tidak mendapat tuntutan sebagaimana orang kaya, jika ia mendapat daging kurban, boleh menjual kepada orang lain.
Keterangan ini diungkapkan oleh Habib Abdurrahman Ba'alawi sebagai berikut.
وللفقير التصرف في المأخوذ ولو بنحو بيع الْمُسْلَمِ لملكه ما يعطاه، بخلاف الغني فليس له نحو البيع بل له التصرف في المهدي له بنحو أكل وتصدق وضيافة ولو لغني، لأن غايته أنه كالمضحي نفسه، قاله في التحفة والنهاية
Artinya, “Bagi orang fakir boleh menggunakan (tasharruf) daging kurban yang ia terima meskipun untuk semisal menjualnya kepada pembeli, karena itu sudah menjadi miliknya atas barang yang ia terima. Berbeda dengan orang kaya. Ia tidak boleh melakukan semisal menjualnya, namun hanya boleh mentasharufkan pada daging yang telah dihadiahkan kepada dia untuk semacam dimakan, sedekah, sajian tamu meskipun kepada tamu orang kaya. Karena misinya, dia orang kaya mempunyai posisi seperti orang yang berqurban pada dirinya sendiri. Demikianlah yang dikatakan dalam kitab At-Tuhfah dan An-Nihayah. (Lihat Bughyatul Mustarsyidin, Darul Fikr, halaman 423).
• Anggun Tampil Berkelas, Segini Harga Kemben Jawa yang Ia Kenakan saat Pembukaan Asian Games 2018
Kesimpulan dari penjelasan di atas, hewan kurban yang meliputi daging, kulit dan tanduk semuanya tidak diperbolehkan untuk dijual.
Adapun masalah operasional panitia, jika mengambil jalan paling selamat tanpa 'hilah' transaksional adalah dengan cara bagi siapa saja yang ingin berkurban melalui panitia, diwajibkan menyerahkan sejumlah uang untuk biaya operasional termasuk membayar tukang jagal, biaya plastik dan sebagainya.
Tukang jagal juga berhak menerima qurban sebagaimana biasa, namun bukan atas nama mereka sebagai tukang jagal, tetapi sebagai mustahiq. Jadi jika atas nama mustahiq, sudah semestinya ia mendapatkan jatah sebagaimana lazimnya, tidak lebih.
Daging yang diberikan atas nama mustahiq ini diterimakan setelah mereka para penjagal sudah menerima upah jagal. Ini jalan yang paling hati-hati. (*)