Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Kegigihan Anak di Solo

Jipi Bocah 10 Tahun Penjual Lotis Pernah Diminta Masuk SLB, Ternyata Berkat Jualan Bisa Berhitung

Bocah penjual lotis, Jipi Ardiansyah (10) saat ini duduk kelas III di SD Negeri Kartopuran, Solo, dia bisa menghitung dari jualan.

Penulis: Adi Surya Samodra | Editor: Asep Abdullah Rowi
TribunSolo.com/Adi Surya
Bocah penjual lotis, Jipi Ardiansyah mengayuh sepeda untuk berjualan menyusuri kampung di Jalan Empu Panuluh, Kelurahan Kemlayan, Kecamatan Serengan, Solo, Sabtu (5/10/2019). 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Adi Surya Samodra 

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Bocah penjual lotis, Jipi Ardiansyah (10) saat ini duduk kelas III di SD Negeri Kartopuran, Solo.

Jipi, sapaan akrabnya mengaku ia pernah dua kali tidak naik kelas, yakni saat naik ke kelas I SD dan saat naik ke kelas III SD. 

Menurutnya, faktor kemalasan dan guru menjadi alasan kenapa ia tidak naik kelas sebanyak dua kali.

"Naik ke kelas tiga, aku telat karena gurunya galak, saat melakukan kesalahan atau malas belajar, sering dihukum," terang Jipi kepada TribunSolo.com, Sabtu (5/10/2019).

"Itu juga sama, waktu naik ke kelas satu, karena gurunya galak, tapi lebih galak guru waktu SD, mas," imbuhnya membeberkan.

Kemalasannya dalam belajar, lanjut Jipi, karena pengaruh dari teman-teman sekitarnya.  

"Malasnya karena terpengaruh temen, tapi saat ini sudah ndak malas lagi," ungkap Jipi. 

Untuk diketahui, Jipi pernah bersekolah di TK Lakshmi 8, Jalan Singosaren Nomor 1, Kelurahan Kemlayan, Kecamatan Serengan, Solo.

Sekolah ini berada sekitar 300 meter dari rumah yang dikontrak keluarga Jipi saat ini. 

Jipi Bocah Penjual Lotis Tinggal di Rumah Kontrakan Berdinding Triplek dengan Sewa Rp 600 Ribu/Tahun

Kisah Jipi Bocah 10 Tahun Penjual Rujak Lotis di Solo, Gigih Berjualan Demi Bantu Keuangan Keluarga

Ibu Jipi, Nunuk Kustinah (52) membenarkan anaknya pernah tidak naik kelas. 

"Kelas tiga SD tidak naik, dulunya tidak naik kelas karena Jipi pemikirannya lambat, tidak seperti anak-anak yang lain," tutur dia.

"Gurunya bahkan pernah suruh ke SLB, tapi kan ibu takut nanti biayanya banyak, (jadi) tidakke sana," imbuhnya membeberkan. 

Nunuk menambahkan, Jipi baru bisa membaca setelah sekolahnya memberikan guru pendamping. 

"Ia bisa membaca, sementara menghitung belajarnya dari jualan," terang Nunuk. 

"Alhamdulillah-nya, sekarang sudah bisa membaca, tapi kata gurunya masih malu untuk berbicara," imbuhnya.

Keluarga Jipi, lanjut Nunuk, harus membayar sendiri biaya guru pendamping itu tiap bulannya sebesar Rp 250.000.

"Sekolah sudah menyediakan guru pendamping untuk Jipi, namun kami juga harus membayar itu tiap bulannya," tutur Nunuk. 

"Jipi juga mendapat bantuan dari Bank BRI sebesar Rp 450.000 per tahunnya untuk biaya peralatan sekolah, seperti biaya membeli buku," aku dia menambahkan.

Bantu Keluarga

Kisah bocah berperawakan gempal bernama Jipi Ardiansyah (10) yang gigih membantu ibunya, Nunuk Kustinah (52) berjualan lotis di daerah Coyudan, Solo menyentuh hati.

Jipi, sapaan akrabnya, mulai membantu berjualan sejak kelas II SD di SD Negeri Kartopuran.

Anak kelahiran 19 Maret 2009 ini kini tinggal bersama kedua orangtuanya, Nunuk Kustinah dan Suyatno (64) di RT 03 RW 03, Kelurahan Kemlayan, Kecamatan Serengan, Solo, Jawa Tengah sejak tahun 2011.

Rumah kedua orangtuanya yang ukuran 2,5 meter x 2,5 meter itu, tampak sederhana dan beralaskan beton.

Bahkan seluruh dinding rumahnya, hanya berupa triplek dan beratapkan seng.

Viral Bocah Berkorban untuk Adiknya yang Idap Penyakit Langka: Sumbang Sumsum Tulang & Jualan Sayur

Nunuk Kustinah mengatakan, Jipi mulai membantunya berjualan semenjak kakak perempuan keduanya pergi mengadu nasib menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Malaysia.

"Karena kakaknya pergi ke Malaysia cari nasib di sana (diyakini) bisa merubah nasib," tutur wanita yang akrab disapa nunuk itu.

"(Di samping itu) Jipi baru liburan panjang, daripada di rumah main terus ayo ikut ibu bantu berjualan," tambahnya.

Nunuk menambahkan, Jipi lama kelamaan senang membantunya berjualan.

"Mungkin karena mbaknya Matahari, Jipi lama kelamaan senang membantu ibu berjualan," seloroh Nunuk.

"Ya, Alhamdulillah-nya laku banyak sampai sekarang," imbuhnya.

Jipi, lanjut Nunuk, biasanya membantu berjualan pada hari Sabtu-Minggu.

"Jipi (membantu) jualan cuma kalau ada sisa jualan dari ibu, kalau tidak ada sisa ya ndak jualan," tutur Nunuk.

"Jadi, ibu dulu keliling pukul12, ya pukul 11 sak selesainya, terus pukul 1 ke pohon beringin (di sisi timur Matahari Singosaren) nunggu nasib, mbak mbak matahari ada yang beli," imbuhnya.

Jipi Ardiansyah mengungkapkan ia baru membantu ibunya berjualan seusai pulang sekolah sekira pukul 14.00 WIB.

"Iya biasanya di Matahari, Queen, dan Trans, kadang juga di Toko Mas Mahkota dan gereja dekat Bank Mayapada Coyudan," tutur pemuda yang akrab disapa Jipi itu.

Bocah 9 Tahun di Pemalang Jualan Risol untuk Hidupi 7 Anggota Keluarganya, Ingin Sekali Bertemu Ayah

"(Pulangnya) sehabisnya, biasanya jam tiga sudah habis semua, kalau sisa biasanya dua atau tiga," imbuhnya.

Awalnya, Jipi berjualan hanya berjualan di kawasan Matahari Singosaren Solo.

"Sekarang banyak saingan, terus jalan kaki sampai ke Coyudan," tutur Nunuk.

Nunuk dan Jipi tiap harinya harus menjual sekira 100 bungkus lotis yang tiap porsinya dijual Rp 5.000,-.

"Dulu sama kakak perempuannya bisa sampai 200-250 bungkus," tutur Nunuk

"Sekarang kakaknya di malaysia, dan sekarang (hanya) 100 bungkus kadang modalnya habis ya 50 bungkus seadanya," imbuhnya membeberkan.

Modal jualan, lanjut Nunuk, didapatkan dari uang sisa membeli kebutuhan keseharian.

"Kadang gini, mas, satu rumah itu yang cari nafkah, cuma saya," tutur Nunuk.

"Itu ya seadanya, sisa beli susu, buat beli beras sisanya untuk jualan, ndak mesti kadang sisa 200, 150 ya seadanya kadang ibu ada gaji dari laundry alhamdulliah buat tambahan," imbuhnya membeberkan.

Buah-buahan yang disajikan dalam lotis yang dijual Jipi, yakni melon, semangka, pepaya, bengkoang, dan timu.

"Dulu ya, ada anggur, ada pir, ada apapa, semua (modal) habis untuk membiayai anak ke Malaysia,"

Jipi harus menuntut sepeda anginnya setiap ia membantu ibunya berjualan lotis.

"Cuma dituntun ndak pernah dinaiki" terang Jipi.

"Iya, kadang saat mau dikayuh ada yang mau beli disuruh berhenti, mau dikayuh lagi ndak jadi sampai ke tempatnya Queen," imbuh anak bungsu Nunuk Kustinah dan Suyatno itu.

Jipi mengungkapkan ia merasa senang dan tidak malu berjualan lotis keliling setiap harinya.

"Senang karena bisa bertemu sama banyak temen, dan bisa membantu ibu," tutur Jipi. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved