Kisah Pemuda Gunung Angkat Seni Jadi 'Senjata' Sejahterakan Warga hingga Ampuh Hadang Hoax
Kisah pemuda dari lereng Gunung Telomoyo bernama Trisno tak bosan kembangkan seni dan budaya melalui Desa Menari serta Outbond nDeso demi desanya.
Penulis: Asep Abdullah Rowi | Editor: Asep Abdullah Rowi
"Adanya era baru, seolah-olah kebudayaan kita (kearifan lokal) kita dicabut karena mau tidak mau, pahit ataupun manis harus mengikuti budaya kapital," jelasnya.
• De Tjolomadoe Angkat Kearifan Lokal Lewat Festival Timus
• Presiden Jokowi Minta Ada Kearifan Lokal di Rest Area Mudik Lebaran, Seperti Telur Asin dan Batik
"Makanya itu bisa diatasi jika pada nafas budaya kita lebih produktif dan kreatif seperti yang dilakukan Saudara Trisno dengan Desa Manarinya," aku dia membeberkan.
Ada berbagai macam jenis kearifan lokal, mulai dari bahasa, kesenian, kebudayaan, keterampilan, cara hidup, tradisi hingga pandangan dunia.
"Untuk itu masyarakat kita harus bisa memilih dan memilih, sehingga tidak terjerembab dengan kabar yang menyesatkan (haox) itu," jelasnya.
Namun masyarakat diharapkan tidak jalan sendiri artinya menggandeng berbagai pihak, di antaranya kelompok-kelompok di dalamnya mengingat kearifan lokal bersifat kompleks.
"Kan kearifan lokal berisi set pengetahuan, keterampilan berhubungan dengan cara berfikir, cara bekerja melakukan sesuatu yang dimiliki sebuah kolektif dalam masyarakat," jelas dia.
• Sebarkan Hoax Gempa dan Tsunami Di Maluku, Seorang Pemuda Di Ambon Ditangkap Polisi
• Usai Penusukan Menko Polhukam Wiranto, Menkominfo Himbau Masyarakat Tak Sebar Berita Hoax
"Jika itu terbangun maka adanya hoax-hoax yang tersebar tidak akan mudah dipercaya," akunya menekankan.
Dikatakan, hanya saja masyarakat tidak sendiri dalam membendung berita bohong, karena ada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Termasuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) hingga Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Center yang selama ini ikut aktif melakukan pemberangusan berita bohong yang berkaitan dengan informasi radikalisme dan terorisme.
Artinya menurut dia, lembaga-lembaga tersebut menjadi bagian penting dalam memberikan peningkatan pengetahuan untuk membedakan hoax atau berita yang bertujuan negatif bagi kesatuan negeri ini.
"Meskipun ada masyarakat yang sudah mandiri dalam arti bisa mengendalikan kelompoknya, tetapi lembaga tersebut harus terus meng-upgrade pengetahuan soal informasi," paparnya.
"Termasuk sosialisasi secara rutin masuk desa-desa hingga wilayah manapun," harap dia.
Pasalnya tantangan bagi masyarakat pada era digital ini lanjut dia akan semakin kompleks, terlebih teknologi semakin canggih dan maju.
Dicontohkan, pada sejak Agustus 2018 hingga April 2019 Kominfo telah mengidentifikasi 1.731 hoax, meskipun jumlah ini berkurang drastis karena pada 2017 lalu Kominfo menyebut ada 800 ribu situs yang telah terindikasi sebagai penyebar informasi palsu.
"Masyarakat tetap butuh pemerintah atau lembaga-lembaga tadi, sehingga menjadi pekerjaan bersama dalam memberangus haox, tetapi yang penting bisa dibendung dulu," tuturnya. (*)