Berita Solo Terbaru
Kisah Pijat Tunanetra Solo, ke Hotel Rp 100 Ribu, ke Rumah Seikhlasnya, Pernah Ditinggal Tak Dibayar
Ada kisah menyentuh dari penyedia jasa pijat tunanetra di Solo yang berasal dari Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) bernama Muhammad Syukri.
Penulis: Adi Surya Samodra | Editor: Asep Abdullah Rowi
Ia kerap menghadapi pengguna jasa yang enggan membayarnya.
"Modelnya, kita bawa tiker sendiri-sendiri terus digelar, ada orang berbaring di tempat kita, kadang-kadang diam-diam pergi gak bayar," ungkap Supriyadi.
• Prabowo-Sandiaga Janji akan Buat Mata Uang Braile untuk Tunanetra
• Wow! Mahasiswa UMM ini Temukan Kacamata Pendeteksi Uang untuk Tunanetra
Penghasilan yang didapatkan kurang mencukupi.
Supriyadi mencoba berkeliling ke hotel-hotel di Solo sekira tahun 1993.
"Pernah di Hotel Suka Marem, Hotel Sanashtri, Hotel Kota, pernah sampai di Hotel Putri Ayu," ujar Supriyadi.
Ia menuturkan, Hotel Kota menjadi lokasi terlamanya saat ia menggeluti profesi penyedia jasa pijat.
"Paling lama di Hotel Kota bertahun-tahun sebelum pindah di depan Hotel Keprabon tahun 2015," tutur Supriyadi.
"Di Hotel Kota sih agak menjanjikan, peminat jasa massage seperti kita banyak, disana stand by orang lima laku dulu," imbuhnya.
Supriyadi mematok tarif sebesar Rp 2.500 hingga Rp 5.500 pada tahun 1993.
Namun saat ini dia mematok harga Rp 100 ribu jika beroperasi dari hotel satu ke hotel yang lain, meskipun jika diminta datang ke rumah pelanggan cukup membayar seikhlasnya.
"Kalau ke hotel Rp 100 ribu, meski ada potongan, kalau ke rumah (pelanggan) seikhlasnya," aku dia.
Ia mengaku tarif itu lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Kalau dulu tuh lebih, dapat dua (pengguna) zamannya Pak Harto (Soeharto) dah bagus," ujar Supriyadi.
"Saya sampai sekolah biaya sendiri, sampai sekolah SMA di SMA Negeri 5 Solo," tandasnya. (*)