Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

Berita Solo Terbaru

Kisah Pijat Tunanetra Solo, ke Hotel Rp 100 Ribu, ke Rumah Seikhlasnya, Pernah Ditinggal Tak Dibayar

Ada kisah menyentuh dari penyedia jasa pijat tunanetra di Solo yang berasal dari Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) bernama Muhammad Syukri.

Penulis: Adi Surya Samodra | Editor: Asep Abdullah Rowi
TribunSolo.com/Adi Surya
Seorang penyedia jasa pijat tunanetra asal Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Muhammad Syukri atau Supriyadi mencoba mengalungkan penanda penyedia jasa pijat di kosnya, Jalan Trisula 3 RT 4 RW III, Kauman, Solo, Kamis (7/11/2019). 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Adi Surya Samodra

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Ada kisah menyentuh seorang penyedia jasa pijat tunanetra di Solo yang berasal dari Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Muhammad Syukri (48) atau akrab disapa Supriyadi.

Dia telah menggeluti profesinya itu hampir 30 tahun atau lebih tepatnya sejak berusia 20 tahun.

Karena tidak bisa melihat, dia lantas menggunakan 'petunjuk' atau papan bertuliskan 'Jasa Pijat Capek/Refleksi' agar calon pelanggannya mengetahuinya, karena dia berjalan dari hotel ke hotel.

Supriyadi menceritakan, awalnya profesi penyedia jasa pijat digelutinya semenjak ia pindah sekolah dari NTB ke Solo.

"Sebenarnya gak langsung ke situ (penyedia jasa pijat), berangkat dari NTB sebenarnya," ujar Supriyadi kepada TribunSolo.com saat ditemui di indekosnya Ali Atmojo Jalan Trisula 3 RT 4 RW III, Kauman, Solo, Kamis (7/11/2019).

Supriyadi berada di indekosnya seharga Rp 230 per bulan.
Supriyadi berada di indekosnya seharga Rp 230 per bulan. (TribunSolo.com/Adi Surya)

Ya, kisah karier penyedia jasa pijat diawali Supriyadi dari tanah kelahirannya, Lombok Barat.

Faktor ekonomi dan ketidaksukaan keluarga terhadap dirinya membuat harus banting tulang menghidupi dirinya sendiri.

Fasilitasi Pemilih Tunanetra, KPU Siapkan Alat Bantu Huruf Braile di TPS

Sudaryadi, Tukang Tambal Ban Online di Solo yang Pasang Tarif Seikhlasnya: Niat Ingin Bantu Sesama

Terlebih lagi, ia mengalami kebutaan saat menginjak usia sekitar 8 tahun dan membuatnya tidak bisa mengenyam pendidikan.

"Saya buta (tidak melihat) waktu udah besar, dari kecil gak bisa mendapatkan pendidikan umum, saya gak bisa sekolah," tutur dia.

"Saya nyari SLB, tapi SLB di Lombok belum sepadan dengan di Jawa waktu itu," imbuhnya membeberkan.

Pria kelahiran 16 Agustus 1971 itu kemudian masuk ke Sekolah Luar Biasa (SLB) A di daerah Jalan Peternakan, Selagalas, NTB.

"Waktu itu masih agak desa, kemudian ke SLB A YKAB Solo yang di depan Kuburan Purwoloyo sekitar tahun 1991," kata Supriyadi.

Supriyadi mengungkapkan, ia berstatus murid pindahan saat mengenyam pendidikan di SLB A YKAB Solo.

Sebelum pindah, ia sudah duduk kelas 6 SD di SLB A Selagalas.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved