Sejarah Kota Solo
Sejarah dan Asal-usul PMI Solo : Kisah Kelam Pembantaian Brutal oleh Tentara Belanda di Pagi Buta
Sejarah PMI Solo : Kisah Kelam Pembantaian Brutal oleh Tentara Belanda di Pagi Buta
Penulis: Muhammad Irfan Al Amin | Editor: Aji Bramastra
Meskipun secara akta kepemilikan tanah tercatat milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah namun PMI Surakarta dapat menggunakan tempat tersebut secara permanen.
Saat ini kepemimpinan PMI Surakarta dipegang oleh Susanto Tjokrosoekarno sebagai Ketua Pengurus, dan Sumartono Hadinoto sebagai sekretaris sekaligus CEO yang membawahi Unit Transfusi Darah dan Markas.
Kisah Kelam PMI Surakarta Di Saat Awal Berdiri
Sejarah berdirinya PMI Solo menyisakan sebuah kisah kelam.
Hal ini dikisahkan oleh Indra Yogasara dalam Buku 'Sejarah PMI' yang diterbitkan Markas Pusat PMI pada tahun 1953.
Kala itu dr KRT Padmonegoro menjabat sebagai Ketua PMI Surakarta.
Dia merupakan dokter pribadi dari Keraton Surakarta dan merupakan kerabat Mangkunegaran dikarenakan dirinya adalah seorang menantu Pakubuwono X.
Semasa awal berdirinya, PMI Surakarta harus mendapat banyak cobaan.
Dari kantor yang selalu berpindah hingga mendapat serangan dari militer Belanda.
Padahal dalam Hukum Humaniter Internasional disebutkan bahwa tenaga medis tidak boleh diserang, namun peristiwa penyerangan tersebut tetap tidak terelakkan.
Mereka menyebutnya sebagai 'Peristiwa Solo' dan diabadikan menjadi monumen prasasti yang terletak di Pasar Gading, Kota Surakarta.
Akibat persitiwa tersebut, seluruh korban meninggal dimakamkan dengan penuh kehormatan sebagai mana pahlawan yang gugur dalam medan perang.
Nama-nama mereka baik yang gugur atau menjadi korban luka kesemuanya diabadikan dalam monument orasasti tersebut.
'Peristiwa Solo' sendiri terjadi pada 11 Agustus 1949 saat itu sedang perang perang mempertahankan kemerdekaan masih berlangsung, dan Belanda menguasai penuh Kota Surakarta.
Maka sebagai markas PMI, rumah dr Padmonegoro juga diaktifkan sebagai tempat pengobatan serta pengungsian darurat.