Berita Wonogiri Terbaru
Nyaman 20 Tahun Tinggal di Hutan Kethu Wonogiri, Keluarga Ini Ogah Pindah, Meski Kena Imbas Corona
“Sudah mendapatkan izin dari Perhutani untuk tinggal di sini, sekalian menjaga hutan,” katanya kepada TribunSolo.com, Sabtu (13/6/2020).
Penulis: Agil Trisetiawan | Editor: Asep Abdullah Rowi
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Agil Tri
TRIBUNSOLO.COM, WONOGIRI – Satu keluarga yang tinggal di pedalaman Hutan Kethu Wonogiri jauh dari hiruk pikuk permukiman pada umumnya mengaku sudah nyaman dengan kehidupannya.
Adapun lokasi wilayahnya tetap masuk lingkungan Dukuh Salak RT 02 RW 02, Kelurahan Giripurwo, Kecamatan/Kabupaten Wonogiri meskipun berada di dalam hutan yang biasanya dikenal dengan Alas Kethu.
Meski tanpa menikmati fasilitas umum seperti listrik hingga jauh dari tetangga, Sutimin (50), bersama istrinya Karni (60), dan seorang putranya bernama Supri (30) sepakat enggan pindah.
• Penampakan Sumur Peninggalan Sunan Giri di Alas Kethu Wonogiri yang Sering Didatangi Para Peziarah
• Cerita Keluarga 20 Tahun Tinggal di Hutan Kethu Wonogiri,Ada Suara Misterius Buat Bulu Kuduk Berdiri
Menurut Sutimin, saat ini gubuk reot miliknya berdiri di atas tanah milik Perhutani.
“Sudah mendapatkan izin dari Perhutani untuk tinggal di sini, sekalian menjaga hutan,” katanya kepada TribunSolo.com, Sabtu (13/6/2020).
Sudah 20 tahun keluarga Sutimin menjalani kehidupan di tengah hutan itu, dan hal tersebut sudah membuat mereka nyaman.
“Kalau kami direkolasi, kami tidak mau,” ucap Sutimin.
“Kami sudah nyaman di sini, dengan kehidupan yang seperti ini,” terangnya.
Dikatakan, jika dia dan keluarganya dipindahkan ke tempat yang lebih layak, maka mereka harus beradaptasi kembali.
“Kalau dipindah, dan kami tidak bisa bekerja, bagaimana kami dapat uang untuk membayar ini itu,” ungkapnya.
“Kami inginnya dibantu saja merenovasi rumah kami, pakai gedek juga tidak apa-apa,” imbuhnya.
Sutimin mengaku saat ini dia hanya memerlukan bantuan dari pemerintah, karena dampak pandemi virus Corona ini juga ia rasakan.
“Sudah tiga bulan ini penjualan arang tidak laku, jadi kita cuma mengharapkan bantuan saja dari dermawan dan pemerintah,” terangnya.
• Kisah Keluarga di Wonogiri 20 Tahun Hidup di Tengah Hutan: Penerangan Hanya Lilin, BAB di Sungai
Meski memiliki KTP setempat, Sutimin mengaku selama ini tidak mendapatkan bantuan miskin dari pemerintah daerah.
“Saya awalnya mendapat bantuan, tapi 16 bulan terakhir ini sudah tidak dapat lagi, padahal saya punya kartunya,” aku dia.
Dia menceritakan, dulunya sempat ditawari untuk membeli tanah yang ada di bagian belakang rumahnya seharga Rp 3 juta.
“Dulu tanah yang dibelakang itu suruh beli Rp 3 juta, tapi kita buat bayar itu uang dari mana,” tutur dia.
“Ya daripada direlokasi, mending kita diberikan sertifikat tanah ini saja, biar kami tinggal di sini,” harapnya. (*)