Solo KLB Corona
Kisah Tenaga Kesehatan Purwosari Solo, Temui Warga Tak Mau Karantina Mandiri hingga Diteror via WA
Tenaga kesehatan di Kota Solo kerap kali menghadapi problematika saat menangani kasus Covid-19.
Penulis: Adi Surya Samodra | Editor: Asep Abdullah Rowi
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Adi Surya Samodra
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Tenaga kesehatan di Kota Solo kerap kali menghadapi problematika saat menangani kasus Covid-19.
Di antaranya mendapati pasien yang ngeyel tidak mau melakukan karantina mandiri di rumahnya.
Padahal, masyarakat itu merupakan kontak erat dan dekat pasien terkonfirmasi positif Covid-19.
Pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19 tak bergejala atau asimtomatik juga ada yang tidak mau jalani karantina mandiri.
Seperti yang dialami tenaga kesehatan di Puskesmas Purwosari, Kecamatan Laweyan, Kota Solo.
• Citra Kirana Tetap Syuting Meski Sedang Hamil Tua, Ungkap Kelelahan Sampai Ngos-ngosan
• Update Corona Indonesia 6 Agustus 2020: Pasien Positif Bertambah 1.882, Total Kasus 118.753
Kepala Puskesmas Purwosari, dr Nur Hastuti menyampaikan perlakuan tidak mengenakan sempat dialami tenaga kesehatan di wilayahnya.
Apalagi, wilayah Puskesmas Purwosari sempat dihantam dengan kemunculan klaster tahu kupat beberapa waktu lalu.
"Di Purwosari kedapatan klaster tahu kupat, itu banyak sekali, dari hasil tracing kami, yang positif sekitar 20 pasien," terang Nur, kepada TribunSolo.com, Kamis (6/8/2020).
"Mereka merasa setelah terkonfirmasi positif, terutama yang tanpa gejala mereka merasa bahwa mereka tidak sakit, sehat dan menolak isolasi," tambahnya.
Nur mencontohkan dirinya sempat menjumpai seorang pengurus rumah ibadah masih tetap beraktivitas meski dirinya termasuk kontak erat pasien terkonfirmasi positif Covid-19.
"Dia masih memimpin ritus keagamaan, masih datang ke rumah ibadah," kata dia.
"Kita sudah melakukan pendekatan, tapi tidak digubris sama sekali tidak digubris," imbuhnya.
Padahal, lanjut Nur, orang itu masih harus menunggu hasil uji swab dan wajib menjalani karantina mandiri.
"Dia sebenarnya kontak erat dan harus nunggu swab dulu, harus isolasi mandiri," ujar dia.
"Tapi, dia tidak mau, kita dikira konspirasi," tuturnya.
Dikatakan Nur, para tenaga kesehatan Puskesmas Purwosari juga sempat diacuhkan orang berkontak dekat maupun pasien terkonfirmasi positif Covid-19.
Itu dialami saat mereka melakukan tracing.
• Jalani Isolasi Mandiri, Pasien Corona Asal Prambanan Ini Jadi yang Pertama Menghuni Hotel Edotel
• Pesan Jokowi Soal Penyelenggaraan Pilkada 2020 : Jangan Sampai Munculkan Klaster Baru Covid-19
"Diacuhkan dan mereka menganggap sepele pekerjaan kita, padahal kita sudah kulo nuwun baik-baik ke sana, tapi mereka tidak mau," kata dia.
"Yang lewat WA dan telepon kita tidak dibalas dengan segera, dikira mau minta minta," imbuhnya.
Bahkan, beberapa tenaga kesehatan sempat diteror masyarakat lantaran hasil swab menunjukkan dirinya positif Covid-19.
Ada rasa ketidak percayaan terhadap hasil uji swab, kata Nur, dalam teror yanh diterima anak buahnya.
"Kebanyakan itu mendapat notifikasi dari Dinas Kesehatan yang menyatakan bersangkutan positif," ujar Nur.
"Kemudian kita datang ke yang berangkutan, yang bersangkutan tidak percaya sampai whatsapp meneror petugas kami," papar dia.
"Bilang, ini saya dipositifkan supaya kamu dapat uang dari pemerintah, kemudian hasil swabnya mana, buktinya mana, sampai malam-malam petugas kami ditelepon," tambahnya.
Tenaga kesehatan Puskesmas Purwosadi bahkan sempat mendapat penolakan dari masyarakat.
Meski mereka hanya datang untuk memberikan edukasi soal rapid test.
"Kemarin itu petugas kami ke lapangan kemudian mengedukasi melakukan pemeriksaan rapid malah ditolak," tutur Nur.
"Katanya, dah saya ora covid covid-an lagi, aku diapusi, ora rapid-rapidan, aku diapusi tok. Konspirasi," imbuhnya.
Nur memastikan para tenaga kesehatan Puskesmas Purwosari tetap semangat melayani masyarakat.
"Alhamdulillah, teman-teman tetap selalu semangat, kalau kita tracing dan tidak bisa dilakukan sendiri, biasanya mengajak RT/RW atau Kelurahan," tandasnya. (*)