Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

HUT Kemerdekaan RI

Kisah Ngatimin, Dulu Mata-mata Indonesia sampai Rela Makan Daun, di Usia Tua Jual Mainan

Ingatan ayahnya ditembak mati tentara Belanda saat menggandeng dirinya dan sang adik masih terekam jelas dalam ingatannya.

Penulis: Adi Surya Samodra | Editor: Naufal Hanif Putra Aji
TribunSolo / Adi Surya
Mata-mata tentara Indonesia, Ngatimin Citro Wiyono (87) saat bercerita tentang kisahnya di kediamannya, Kaplingan RT 

Tak hanya menjadi mata-mata, ia juga harus memastikan senjata-senjata tentara Indonesia aman disembunyikan di wilayah musuh.

Satu diantaranya, Ngatimin muda harus memastikan senjata tentara Indonesia aman disembunyikan di sisi timur lapangan udara Panasan.

Itupun membuatnya harus berjuang supaya tak tertangkap.

Apabila tertangkap, Ngatimin muda harus menghadapi nasib kematian.

"Senapan, granat, peluru rentengan, dan bazoka saya letakan di kebun antara lapangan udara dan perkampungan lalu saya tutupi sampah," kata dia.

Ngatimin mengaku dirinya bahkan sempat bertahan hidup dengan memanfatkan tanaman di sekitarnya selama 20 hari.

Kumpulan Ucapan Selamat Hari Kemerdekaan RI 17 Agustus, Cocok Dibagikan Via WA, FB, Instagram

Lantaran, ia harus bersembunyi dari kejaran tentara Belanda.

Terkadangpun Ngatimin muda juga harus menahan rasa laparnya.

"Tiap hari begitu saya berjuang tanpa makan, caranya menghitung hari itu batang pohon kecil saya tekuk tapi tidak dampai patah," aku dia.

"Kalaupun makan, makan dedaunan yang ada di sekitar meski rasanya tidak enak," tambahnya.

Perjuangan Ngatimin muda membantu melawan tentara Belanda usai saat tahun 1951.

Saat itu, ia pun lantas memilih masuk sekolah rakyat yang ada di daerah Colomadu.

Selain itu, Ngatimin mengaku tidak mendapat kabar apapun soal komandan yang pernah memimpinnya pasca perlawanan dengan tentara Belanda sudah usai.

Nama komandannya pun sampai saat ini ia tidak tahu lantaran saat itu dirinya tak pandai membaca.

"Saya tidak pernah tanya, meski ada tulisan di bajunya, saya belum sekolah, belum bisa baca," tandasnya.

Kini di usia tua yang semestinya dipakai untuk beristirahat, Ngatimin menyambung hidup dengan berjualan mainan.

Dengan laba tak seberapa, ia berusaha bertahan hidup dengan profesi yang kini ditekuninya itu.

(*)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved