Klaten Bersinar
Selamat Datang di Klaten Bersinar

HUT Kemerdekaan RI

Kisah Ngatimin, Dulu Mata-mata Indonesia sampai Rela Makan Daun, di Usia Tua Jual Mainan

Ingatan ayahnya ditembak mati tentara Belanda saat menggandeng dirinya dan sang adik masih terekam jelas dalam ingatannya.

Penulis: Adi Surya Samodra | Editor: Naufal Hanif Putra Aji
TribunSolo / Adi Surya
Mata-mata tentara Indonesia, Ngatimin Citro Wiyono (87) saat bercerita tentang kisahnya di kediamannya, Kaplingan RT 

Mayat-mayat warga bergelimpangan di jalanan kampung pada pukul 06.00 WIB.

"Setelah bapakku ditembak belanda hatiku marah. Pukul 06.00 WIB, mayat penduduk kampung sudah ada 15 bergelimpangan di jalan," ujarnya.

Pemandangan gelimpangan mayat dan kematian sang ayah membuat Ngatimin muda membulatkan tekat untuk ikut berjuang.

Saat itu, Ngatimin masih menginjak usia kurang lebih 16 tahun.

"Marah saya. Bapak ketembak orang. Tetangga sudah jadi mayat. Saya punya pendapat ikut berjuang saja," ucap Ngatimin.

"Tidak ada yang menyuruh. Kalau siang menginjak pukul 10.00 WIB, saya lari sana lari sini mengikuti perjalanan Angkatan Darat," tambahnya.

Suara deru tembakan dan dentuman bom pesawat menjadi hal yang familiar di telinga Ngatimin Muda.

Ngatimin Muda mengikuti perjalanan tentara Indonesia menyerbu gudang senjata yang ada di barat pangkalan udara Panasan.

Ia hanya melihat dari kejauhan tentara-tentara Indonesia meletakkan senjata laras panjang mereka di sebuah kebun.

Presiden Jokowi Pamer Sepeda Lokal Edisi Kemerdekaan, Ternyata Langka Dicari dan Berharga Fantastis

Mereka hanya mengandalkan sebilah pisau dalam penyerbuan itu.

Pukul 11.00 WIB menjadi waktu yang selalu dipilih tentara Indonesia untuk menyerbu zona tentara Belanda.

Pasalnya pada jam itu, sinar matahari terlalu menyilaukan bagi mata para tentara belanda.

Hanya butuh waktu satu jam tentara indonesia menyerbu gudang itu guna mengamankan persediaan.

Melihat banyak senjata ditinggal di kebun, Ngatimin muda berinisiatif menutupinya dengan dedaunan yang tak jauh dari lokasi penyerbuan.

"Saya tidak ada yang nyuruh, saya tutupi dengan sampah apa saja biar tidak diketahui mata-mata belanda," ujar Ngatimin.

Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved