Pilkada 2020
Tekan Angka Golput Pada Pilkada 2020 Karena Covid-19, KPU Usulkan Kotak Suara Keliling
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengusulkan metode tambahan untuk digunakan dalam pemungutan suara Pilkada 2020 yakni kotak suara keliling (KSK).
TRIBUNSOLO.COM - Pelaksanaan Pilkada 2020 memang sangat berbeda dengan Pilkada yang sudah ada.
Sebab, pada Pilada 2020 ini, dilaksanakan ditengah pandemi virus corona, sehingga jalannya Pilkada harus tetap memperhatikan protokol kesehatan.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengusulkan metode tambahan untuk digunakan dalam pemungutan suara Pilkada 2020 yakni kotak suara keliling (KSK).
Metode ini memungkinkan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) berkeliling dari satu rumah ke rumah lainnya untuk memfasilitasi pemilih menggunakan hak suara mereka.
"Selama ini metode pemungutan suara hanya melalui TPS, namun di tengah pandemi ini, metode KSK (dapat) menjadi alternatif," kata Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi, Minggu (20/9/2020).
• Sejumlah Desa di Klaten Alami Kekeringan, BPBD Sebut Jumlahnya Menurun dari Tahun Lalu
• Sekjen MUI Usulkan Pilkada 2020 Ditunda, Kasus Covid-19 yang Belum Mereda Jadi Alasannya
• Terjadi Gempa 2,9 SR di Solo, BMKG Berencana Pasang Jaringan Pendeteksi Gempa
• Pantai Sari Pekalongan Terkena Banjir Rob, Sejumlah Pemukiman Warga Tergenang Air Laut
Pramono mengatakan, metode KSK dapat diperuntukkan bagi pemilih yang takut datang ke TPS karena situasi pandemi, pemilih yang tengah mengisolasi diri, atau yang positif Covid-19.
Ketentuan mengenai kriteria pemilih yang menggunakan metode KSK bisa diatur lebih lanjut melalui Peraturan KPU (PKPU).
Petugas yang mendatangi pemilih pun akan dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD) supaya tak terjadi penularan virus.
"Intinya KSK ini untuk jemput bola, agar tingkat partisipasi tidak mengalami penurunan," ujar Pramono.
Pramono mengatakan, metode KSK sebenarnya sudah sering digunakan dalam pemungutan suara pemilu nasional yang digelar KPPS di luar negeri.
Adapun KPU tidak mengusulkan pemungutan suara melalui pos atau surel karena akuntabilitasnya dinilai rendah.
Dengan metode tersebut, tak dapat dipastikan apakah sebuah surat suara yang dikirim melalui pos benar-benar dicoblos oleh pemilih atau oleh orang lain.
Hal ini juga untuk menghindari terulangnya kasus surat suara tercoblos ketika Pemilu 2019 lalu di Malaysia.
"Jadi yang diusulkan hanya dua metode, TPS dan KSK," ujar Pramono.
Meski begitu, menurut Pramono, untuk dapat direalisasikan, metode pemungutan suara KSK ini harus lebih dulu diatur dalam peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) tentang Pilkada.